SOLO (RiauInfo) – Kota Solo (Surakarta) memegang posisi strategis dan sakral dalam perjalanan pers nasional Indonesia, terutama ditandai dengan keberadaan Monumen Pers Nasional yang menjadi simbol dan saksi bisu perjuangan dunia jurnalistik tanah air. Monumen ini bukan hanya bangunan, tapi wujud hidup perjalanan pers Indonesia dari masa ke masa.
Asal-usul Monumen Pers Nasional di Solo
Gedung Monumen Pers Nasional awalnya adalah Societeit Sasana Soeka, sebuah gedung cagar budaya yang dibangun tahun 1918 oleh KGPAA Sri Mangkunegoro VII sebagai balai pertemuan kalangan kerabat Mangkunegaran. Selain itu, gedung ini juga menjadi saksi lahirnya stasiun radio pribumi pertama, Solosche Radio Vereeniging (SRV) pada 1 Juli 1933, yang kelak menjadi cikal bakal Radio Republik Indonesia (RRI).
Lahirnya Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)
Solo kembali mengukir sejarah pada 9 Februari 1946 di bekas gedung Sasana Soeka. Pada hari itu digelar Konferensi Wartawan Pejuang Kemerdekaan Indonesia yang membentuk organisasi pers pertama di Indonesia, yakni Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan Mr. Soemanang terpilih sebagai ketua. Tanggal bersejarah ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Pers Nasional (HPN).
Peresmian Monumen Pers dan Fungsi Kini
Gagasan mendirikan Monumen Pers muncul pada ulang tahun ke-10 PWI, 9 Februari 1956, oleh tokoh pers terkemuka seperti B.M. Diah dan Rosihan Anwar. Akhirnya pada 9 Februari 1978, Presiden Soeharto meresmikan Gedung Sasana Soeka sebagai Monumen Pers Nasional. Kini, monumen ini menyimpan koleksi arsip koran, majalah, serta alat komunikasi dan teknologi jurnalistik dari berbagai era, menjadi pusat dokumentasi kronik dunia pers Indonesia.
Krisis dan Dualisme Kepemimpinan PWI 2024-2025
Pada tahun 2024, PWI menghadapi krisis besar akibat skandal etika memalukan yang dikenal sebagai skandal Cashback. Ketua Umum PWI saat itu, Hendry Ch. Bangun bersama beberapa pengurus diduga melakukan praktik manipulasi dana organisasi. Dewan Kehormatan PWI mengambil tindakan tegas dengan memberhentikan Hendry Ch. Bangun dari keanggotaan dan jabatan Ketua Umum.
Dalam upaya penyelamatan organisasi, Dewan Kehormatan menugaskan Zulmansyah Sekedang, yang saat itu menjabat Wakil Ketua Bidang Organisasi, sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum. Tugas utama Zulmansyah adalah menyelenggarakan Kongres Luar Biasa (KLB) untuk menyelesaikan krisis. Tugas tersebut dilaksanakannya dengan baik sesuai dengan aturan PD/PRT PWI. Namun, meskipun ia terpilih secara sah dalam KLB sebagai Ketua Umum PWI Pusat, Hendry Ch. Bangun tetap bersikukuh untuk tidak melepaskan jabatannya, menciptakan situasi dualisme yang berkepanjangan.
Konflik ini mencapai puncaknya ketika Dewan Pers, sebagai lembaga yang mengelola kantor PWI, turun tangan. Hendry Ch. Bangun dan seluruh jajarannya terpaksa diusir dari kantor PWI. Kejadian ini menjadi penegas bahwa hanya ada satu kepengurusan yang diakui secara legal. Dengan selesainya kongres di Cikarang, kini tidak ada lagi ruang abu-abu bagi pihak-pihak yang masih mencoba mengklaim kepemimpinan yang tidak sah.
Kongres Persatuan PWI 2025
Kongres Persatuan Wartawan Indonesia yang berlangsung di Cikarang, Jawa Barat, pada 30 Agustus 2025 menandai babak baru bagi PWI. Akhmad Munir, atau Cak Munir, terpilih secara aklamasi menjadi Ketua Umum PWI Pusat untuk periode 2025-2030, mengungguli rivalnya Hendry Ch. Bangun. Pemilihan ini sekaligus menutup masa dualisme dan menegaskan kembali legitimasi kepengurusan tunggal.
Dampak dan Harapan Kedepan bagi PWI
Dengan selesainya konflik internal dan penegakan etika, semua pihak –PWI dan semua stakeholdernya– memastikan hanya ada satu kepengurusan PWI. Kemenangan Cak Munir diharapkan membawa PWI ke arah yang lebih transparan, profesional, dan solid, mengembalikan marwah organisasi dan memajukan dunia jurnalistik Indonesia.
Monumen Pers Nasional di Solo bukan hanya simbol kejayaan masa lalu pers Indonesia, tetapi juga inspirasi bagi perjuangan dan pembaruan dunia pers saat ini. Dari sejarah kelahiran PWI hingga penguatan kembali organisasi di era modern, Solo tetap menjadi tonggak penting perjalanan media dan wartawan di Indonesia.
Pengukuhan Pengurus PWI Pusat
Pemilihan Monumen Pers Nasional sebagai lokasi pwngukuhan memang tidak lepas dari nilai historisnya yang sangat kuat. Di gedung inilah, pada tanggal 9 Februari 1946, para tokoh pers dari berbagai daerah berkumpul dan mendeklarasikan berdirinya PWI sebagai wadah tunggal persatuan wartawan, dan sekarang tanggal 4 Oktober 2025 para tokoh pers dari berbagai daerah juga hadir menyaksikan Pengukuhan Pengurus PWI Pusat sebagai momentum bersatunya dan kembali tegaknya marwah PWI sebagai organisasi yang dihormati dan disegani. Monumen Pers terus menjadi saksi bisu perjalanan panjang dunia pers Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan, menegakkan demokrasi, dan menjamin kebebasan pers.