Oleh: Yasminnasywa Iskandar, Universitas Tazkia, Jurusan Manajemen Bisnis Syariah, MBS-23-MKS
Perubahan Dunia Keuangan
Pada era ini, terlihat bahwa bagaimana kita berhubungan dengan uang telah jauh berkembang pesat dibanding periode sebelumnya. Dulu, ketika ingin melakukan transfer harus melalui bank, membawa buku tabungan dengan antrian panjang. Namun, sekarang semua dapat diakses melalui sebuah aplikasi di HP.
Perubahan ini muncul akibat inovasi yang disebut disrupsi. Singkatnya, disrupsi merupakan inovasi teknologi baru yang awalnya dipandang sebelah mata, namun berakhir dengan menggeser teknologi yang telah ada. Layaknya _Netflix_ yang membuat toko DVD gulung tikar, inovasi _Gojek dan Grab_ membuat layanan transportasi berubah total, dan fintech mengguncang perbankan tradisional.
Fintech, dari Tren Jadi Kebutuhan
Fintech sendiri merupakan gabungan dari kata _finance_ (keuangan) dan _technology_ (teknologi). Melalui fintech, masyarakat dapat mengakses layanan keuangan seperti menabung, investasi, bahkan bayar zakat atau wakaf dengan lebih gampang.
Konsep sharing economy juga ikut berperan. Kini, masyarakat tidak lagi harus memiliki aset untuk bisa menikmati layanan. Cukup lewat platform digital, masyarakat bisa menumpang mobil, menyewa properti, atau bahkan meminjam modal melalui *peer-to-peer lending*.
Lahirnya Fintech Syariah
Indonesia sebagai negara yang mayoritasnya Muslim, muncul pertanyaan: ditengah perkembangan fintech yang semakin pesat, bagaimana caranya agar tetap sesuai syariah? Dari sinilah muncul fintech syariah.
Bedanya dengan fintech biasa, fintech syariah memastikan semua transaksi halal. Artinya bebas dari riba (bunga), gharar (ketidakpastian berlebihan), dan maysir (spekulasi/judi). Akad yang dipakai pun akad syariah, seperti murabahah (jual beli), mudharabah (bagi hasil), atau ijarah (sewa).
Namun fintech syariah tidak dapat jalan sendirian. Dibutuhkan ekosistem; seperti OJK dan BI, lembaga keuangan Islam, investor halal, pengembang teknologi, sampai masyarakat pengguna. Semua pihak harus terhubung agar ekosistem ini kuat.
Peran Fatwa dalam Ketenangan dan Kepercayaan
Hal yang dapat membuat masyarakat yakin dan merasa aman dengan fintech syariah adalah fatwa. Fatwa menjadi panduan bahwa layanan yang dipakai benar-benar sesuai syariah.
Misalnya, Fatwa DSN-MUI No. 117/2018 tentang layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi dengan prinsip syariah, dan Fatwa DSN-MUI No. 116/2017 tentang uang elektronik syariah. Dengan fatwa ini, pelaku fintech memiliki aturan main, regulator dapat membuat kebijakan yang tepat, dan masyarakat menjadi lebih tenang dalam menggunakan layanannya.
Smart Contract: Teknologi Masa Depan
Selain fatwa, juga terdapat teknologi yang dapat membuat fintech syariah semakin transparan, yaitu smart contract. Smart contract merupakan kontrak digital berbasis blockchain yang otomatis jalan jika syaratnya terpenuhi.
Smart contract memiliki banyak keunggulan: lebih aman, cepat, transparan, dan hemat biaya. Namun, penerapannya juga menghadapi tantangan: standar akad syariah yang berbeda di tiap negara, risiko kesalahan kode, serta rendahnya pemahaman masyarakat terhadap teknologi ini.
Menuju Masa Depan Fintech Syariah
Jika ditarik benang merah dari semua fenomena ini, kita melihat bahwa:
- Inovasi disrupsi dan sharing economy membuka jalan bagi fintech.
- Fintech syariah hadir sebagai solusi inklusif yang sesuai dengan nilai Islam.
- Fatwa dan regulasi menjadi penjaga agar industri ini tetap halal dan terpercaya.
- Teknologi seperti blockchain dan smart contract memberi peluang untuk mewujudkan sistem keuangan yang transparan, efisien, dan berkeadilan.
Masa depan fintech syariah di Indonesia akan sangat ditentukan oleh kolaborasi antara regulator, pelaku industri, ulama, dan masyarakat. Jika kolaborasi ini berjalan, fintech syariah bukan hanya sekadar tren digital, melainkan bisa menjadi tonggak penting dalam mewujudkan inklusi keuangan yang adil, transparan, dan berkelanjutan.