Kiat Perbankan Syariah Bertahan di Pusaran Ketidakpastian Ekonomi Global

Kiat Perbankan Syariah Bertahan di Pusaran Ketidakpastian Ekonomi Global
Ilustrasi

Oleh: Naurahusna Aqila dari Universitas Tazkia, Bogor.

 

Di pertengahan tahun 2025 ini, aroma ketidakpastian masih sangat terasa di panggung ekonomi global. Inflasi yang bandel, suku bunga yang enggan turun, hingga dinamika geopolitik yang terus bergolak, bak gelombang tinggi yang menguji ketahanan setiap kapal, termasuk sektor perbankan. Namun, di tengah riuhnya badai ini, perbankan syariah memiliki strategi unik yang tak hanya berlandaskan efisiensi, tetapi juga prinsip keadilan: manajemen likuiditas berbasis pasar uang dan modal syariah. Inilah kunci bagaimana bank-bank syariah berupaya menjaga aliran dana tetap lancar, halal, dan produktif.

Kondisi ekonomi saat ini menghadirkan tantangan tersendiri bagi pengelolaan likuiditas di lembaga keuangan syariah (LKS). Pertama, meskipun bank syariah tak mengenal bunga, kenaikan suku bunga acuan global tetap memengaruhi biaya dana dan ekspektasi imbal hasil. Ini menuntut bank syariah untuk lebih cermat menempatkan dananya agar tetap optimal. Kedua, volatilitas pasar keuangan, baik saham maupun sukuk, bisa bergejolak sewaktu-waktu. Bayangkan, nilai aset yang dimiliki bank bisa berubah drastis dalam sekejap, menuntut kejelian agar dana tidak "terjebak". Ketiga, potensi kenaikan risiko pembiayaan seiring perlambatan ekonomi, yang jika tak diantisipasi, bisa menggerogoti likuiditas. Terakhir, pesatnya inovasi teknologi dan ketatnya persaingan juga menuntut bank syariah untuk selalu siap sedia dana demi beradaptasi.

Pasar Uang Syariah: Napas Pendek untuk Keseimbangan Harian

Dalam menghadapi gejolak harian, pasar uang syariah menjadi "ambulans" yang siap sedia. Di sinilah bank-bank syariah saling membantu mengelola surplus dan defisit dana jangka pendek mereka, dengan tetap memegang teguh prinsip anti-riba.

  • Mudharabah dan Wakalah Interbank: Ini adalah skema "tolong-menolong" antarbank syariah. Bank yang punya kelebihan dana bisa menyalurkannya ke bank yang butuh, dengan sistem bagi hasil (mudharabah) atau biaya jasa (wakalah). Fleksibilitasnya memungkinkan penyesuaian cepat terhadap kebutuhan pasar.
  • Tawarruq Munazzam: Meskipun masih jadi perbincangan di kalangan ulama, instrumen ini kerap jadi pilihan darurat untuk mendapatkan dana cepat melalui transaksi jual beli komoditas. Penggunaannya harus dengan kehati-hatian dan kepatuhan syariah yang tinggi.
  • Peran PUAS: Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) yang terus dikembangkan oleh Bank Indonesia menjadi arena utama bagi bank syariah untuk bertransaksi secara efisien. Keterlibatan aktif di PUAS krusial untuk menjaga aliran likuiditas sistemik.
  • Fasilitas Likuiditas Bank Sentral: Bank Indonesia juga menyediakan fasilitas likuiditas primer syariah, memungkinkan bank syariah menempatkan atau menarik dana dengan jaminan aset syariah. Ini membantu menstabilkan likuiditas secara makro.

Pasar Modal Syariah: Investasi Jangka Panjang nan Kokoh

Untuk menjaga ketahanan jangka panjang, bank syariah berpaling ke pasar modal syariah. Ini bukan hanya soal menginvestasikan dana, tetapi membangun fondasi keuangan yang kuat.

  • Sukuk, "Obligasi" Syariah: Inilah primadona di pasar modal syariah. Sukuk adalah sertifikat kepemilikan aset yang memberikan imbal hasil dari keuntungan aset tersebut, bukan bunga. Bank syariah dapat berinvestasi pada Sukuk Negara (SBSN) atau sukuk korporasi. Sukuk Ijarah (berbasis sewa) menawarkan pendapatan yang stabil, sementara Sukuk Mudharabah atau Musyarakah (berbasis bagi hasil) menawarkan potensi keuntungan lebih besar dengan risiko sepadan. Kemampuan sukuk untuk diperjualbelikan di pasar sekunder juga menambah fleksibilitas dalam pengelolaan dana.
  • Saham dan Reksa Dana Syariah: Bank syariah juga dapat berinvestasi di saham-saham perusahaan yang operasionalnya sesuai prinsip syariah. Meskipun pasar saham cenderung fluktuatif, penempatan dana secara selektif pada saham "blue-chip" syariah atau melalui reksa dana syariah yang dikelola profesional, dapat memberikan potensi keuntungan modal yang menarik dan diversifikasi risiko.

Strategi Adaptif untuk Navigasi Badai Ekonomi

Agar bank syariah tetap tangguh, beberapa strategi adaptif mutlak diterapkan:

1. Ramalan Arus Kas Akurat: Seperti nakhoda yang memprediksi cuaca, bank syariah harus punya proyeksi arus kas yang sangat detail dan sering diperbarui agar bisa mengantisipasi kebutuhan dana.

2. Uji Ketahanan (Stress Testing): Mensimulasikan skenario terburuk, misalnya penarikan dana besar-besaran, untuk menguji seberapa kuat likuiditas bank. Ini seperti latihan menghadapi bencana.

3. Gotong Royong Antar-LKS: Membangun kolaborasi dan jaringan kuat antar bank syariah untuk saling mendukung dalam kondisi sulit.

4. Optimalisasi Teknologi: Memanfaatkan kecanggihan teknologi, seperti analisis data dan kecerdasan buatan, untuk memprediksi pola likuiditas dan mengelola risiko lebih cepat.

5. Sinergi dengan Regulator: Terus berkomunikasi dan berkolaborasi dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengembangkan regulasi dan instrumen syariah yang lebih sesuai dengan dinamika ekonomi terkini.

Manajemen likuiditas berbasis pasar uang dan modal syariah bukan sekadar kewajiban, melainkan sebuah kekuatan. Di tengah ketidakpastian ekonomi 2025, strategi ini memungkinkan perbankan syariah untuk tidak hanya menjaga stabilitasnya, tetapi juga terus berkontribusi pada ekonomi riil, membiayai sektor-sektor produktif, dan pada akhirnya, mewujudkan sistem keuangan yang lebih adil dan berkelanjutan. Dengan pendekatan yang cerdas dan berlandaskan prinsip syariah, bank syariah dapat terus menjadi jangkar yang kokoh di tengah badai ekonomi global.

#Artikel Mahasiswa

Index

Berita Lainnya

Index