Oleh: Alya Ledwina Gozali, 2310101167, Universitas Tazkia
Ketika kita mendengar kata “akuntansi”, yang langsung terbayang mungkin adalah angka, laporan keuangan, atau neraca. Tapi tahukah kamu bahwa dalam dunia perbankan syariah, akuntansi tidak hanya soal hitungan-hitungan? Ia juga tentang kejujuran, amanah, dan bahkan nilai-nilai spiritual.
Inilah yang membedakan akuntansi syariah dengan akuntansi konvensional. Di bank syariah, akuntansi bukan sekadar alat pencatat transaksi, tapi juga menjadi jembatan antara keuangan dan nilai-nilai Islam. Menarik, bukan?
• Akuntansi Syariah Itu Apa, Sih?
Akuntansi syariah adalah sistem akuntansi yang mengikuti prinsip-prinsip Islam. Artinya, setiap transaksi yang dicatat tidak hanya harus legal secara hukum negara, tetapi juga halal dan adil menurut syariah.
Menurut Harahap (2001), “Akuntansi syariah tidak hanya bertujuan memberikan informasi ekonomi, tetapi juga informasi yang bernilai spiritual yang bisa dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat.” Dalam konteks ini, setiap angka punya makna. Setiap laporan punya ruh. Dan setiap akuntan syariah punya tanggung jawab, bukan hanya di hadapan klien, tetapi juga di hadapan Tuhan.
• Di Bank Syariah, Amanah Itu Segalanya
Bayangkan kamu menaruh uang di bank syariah. Kamu ingin uangmu diputar dengan cara yang halal dan digunakan untuk kegiatan ekonomi yang tidak melanggar prinsip Islam. Maka, bank bertanggung jawab untuk mengelola dana itu sebaik-baiknya dan memastikan setiap transaksinya transparan. Di sinilah peran akuntansi syariah jadi sangat penting.
Misalnya, dalam akad mudharabah (bagi hasil), bank menggunakan uang nasabah untuk usaha tertentu. Akuntansi syariah bertugas mencatat: berapa modalnya, bagaimana keuntungannya dibagi, apa saja risikonya, dan semuanya harus jelas. Tidak boleh ada yang ditutup-tutupi.
Haniffa dan Hudaib (2007) pernah menyampaikan bahwa transparansi dalam akuntansi syariah bukan sekadar soal teknis, tapi bagian dari akuntabilitas moral.
• Prosesnya Gimana?
Secara umum, alur akuntansi syariah mirip dengan yang konvensional: pencatatan, penggolongan, pelaporan. Tapi bedanya terletak pada akad dan prinsip yang digunakan.
Setiap transaksi di bank syariah harus punya akad yang jelas. Apakah itu murabahah (jual beli), ijarah (sewa), musyarakah (kerja sama), atau yang lainnya. Nah, pencatatan akuntansinya harus mencerminkan karakter dari akad tersebut. Tidak bisa disamakan semua.
Standar yang sering dijadikan acuan adalah dari AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions). Mereka menyatakan bahwa laporan keuangan dalam lembaga keuangan syariah bertujuan untuk membantu para pengguna laporan agar bisa mengambil keputusan yang sesuai dengan prinsip Islam.
• Tantangan Masih Ada
Tentu saja, penerapan akuntansi syariah di Indonesia belum sepenuhnya ideal. Masih banyak tantangan, mulai dari pemahaman SDM yang belum merata, sampai standar akuntansi yang kadang belum seragam.
Namun, melihat minat masyarakat terhadap ekonomi Islam yang terus meningkat, masa depan akuntansi syariah cukup cerah. Edukasi menjadi kunci. Apalagi di era digital seperti sekarang, keterbukaan informasi semakin mudah dijangkau.
• Penutup: Bukan Sekadar Angka, Tapi Amanah
Akuntansi syariah adalah bukti bahwa dalam Islam, semua aspek kehidupan bahkan yang berkaitan dengan angka dan laporan keuangan tetap harus dijalankan dengan nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, dan keberkahan.
Jadi, kalau kamu adalah mahasiswa akuntansi atau siapa pun yang tertarik dengan dunia keuangan syariah, ingatlah satu hal: setiap angka yang kamu catat adalah bagian dari amanah. Bukan sekadar hitungan, tapi juga perwujudan tanggung jawab spiritual.
Referensi:
- Harahap, S. S. (2001). Akuntansi Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
- Haniffa, R. & Hudaib, M. (2007). Exploring the Ethical Identity of Islamic Banks via Communication in Annual Reports. Journal of Business Ethics.
- AAOIFI (2010). Accounting, Auditing and Governance Standards for Islamic Financial Institutions. Bahrain: AAOIFI.