Oleh: Sumayyah Nurussyahidah, NIM 2310101147, Mahasiswi Universitas Tazkia.
Dalam dunia keuangan modern, keberadaan sistem akuntansi menjadi tulang punggung bagi operasional setiap lembaga keuangan. Khusus bagi bank syariah, akuntansi syariah hadir bukan sekadar alat pencatat transaksi, melainkan sebagai wujud amanah dalam menjaga kepercayaan umat dan memastikan seluruh aktivitas keuangan berjalan sesuai prinsip-prinsip Islam.
Hakikat dan Tujuan Akuntansi Syariah
Akuntansi syariah merupakan sistem pencatatan dan pelaporan keuangan yang berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah Islam. Tidak seperti akuntansi konvensional yang fokus utama pada keuntungan, akuntansi syariah lebih mengutamakan aspek keadilan, transparansi, keberkahan, dan tanggung jawab sosial serta spiritual. Tujuan utamanya adalah menyajikan informasi keuangan yang tidak hanya akurat dan dapat dipertanggungjawabkan secara profesional, namun juga selaras dengan nilai-nilai ketuhanan.
Peran Strategis Akuntansi Syariah dalam Bank Syariah
Dalam praktiknya, akuntansi syariah memiliki beberapa peran penting di bank syariah:
1. Menjamin Kepatuhan Syariah
Setiap transaksi dicatat berdasarkan akad-akad syariah seperti murabahah, mudharabah, dan ijarah, guna memastikan tidak terdapat unsur riba, gharar, atau maysir.
2. Sebagai Dasar Pengambilan Keputusan
Informasi dari laporan keuangan syariah digunakan oleh manajemen, investor, dan nasabah untuk menilai kinerja dan kehalalan operasional bank.
3. Menjalankan Akuntabilitas Sosial
Akuntansi syariah bertanggung jawab dalam pengelolaan dana sosial seperti zakat, infak, dan wakaf secara jujur dan amanah.
4. Meningkatkan Kepercayaan Publik
Dengan sistem yang adil dan transparan, akuntansi syariah memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan Islam.
Karakteristik dan Prinsip Dasar
Ciri khas utama akuntansi syariah adalah menjunjung prinsip tauhid (keesaan Tuhan) dalam setiap aktivitas ekonomi. Hal ini didukung oleh nilai-nilai keadilan, amanah (kepercayaan), dan musyawarah dalam penentuan kebijakan. Sistem ini juga menolak unsur-unsur yang dilarang syariah seperti riba (bunga), gharar (ketidakjelasan), dan maysir (spekulasi atau perjudian).
Proses Akuntansi Syariah
Proses pencatatan keuangan di bank syariah dimulai dari:
● Identifikasi transaksi, yakni menentukan jenis akad yang digunakan.
● Pencatatan jurnal akuntansi, berdasarkan standar akuntansi syariah seperti PSAK Syariah.
● Pengklasifikasian akun, seperti piutang murabahah, dana syirkah temporer, atau pendapatan bagi hasil.
● Penyusunan laporan keuangan, yang meliputi neraca syariah, laporan laba rugi, dana ZIS (zakat, infak, sedekah), arus kas, dan CALK (Catatan atas Laporan Keuangan).
● Audit Syariah, yang dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah untuk menjamin kesesuaian dengan prinsip-prinsip Islam.
Penerapan Akad dan Pencatatannya
Setiap jenis akad memiliki metode pencatatan tersendiri. Misalnya, dalam akad murabahah, bank mencatat piutang sebesar harga pokok barang ditambah margin keuntungan. Dalam mudharabah, dana dicatat sebagai investasi, bukan sebagai utang piutang. Begitu pula dalam musyarakah, dana yang disetor dicatat sebagai penyertaan modal bersama. Untuk ijarah, bank mencatat pendapatan dari sewa aset selama masa kontrak.
Tantangan dan Harapan
Meskipun telah banyak berkembang, akuntansi syariah masih menghadapi sejumlah tantangan seperti minimnya tenaga profesional yang memahami baik ilmu akuntansi maupun fikih muamalah, belum seragamnya standar akuntansi syariah secara global, serta perlunya integrasi dengan teknologi digital dan sistem fintech yang berkembang pesat.
Namun demikian, akuntansi syariah tetap menjadi harapan besar dalam membangun sistem keuangan yang tidak hanya kompetitif, tetapi juga rahmatan lil ‘alamin — membawa berkah dan manfaat bagi seluruh umat manusia.