JAKARTA (Riauinfo) - Pemerintah terus menyempurnakan ekosistem perizinan berusaha berbasis risiko dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2025. Aturan ini menggantikan PP Nomor 5 Tahun 2021 dan membawa perubahan signifikan dalam tata kelola perizinan, termasuk untuk sektor jasa perantara properti atau agen properti.
Salah satu perubahan krusial dalam PP 28/2025 adalah tidak dicantumkannya tingkat risiko usaha dalam batang tubuh pasal, melainkan secara rinci diuraikan dalam lampiran, khususnya Lampiran I. Lampiran ini memuat seluruh Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) beserta parameter risiko, standar usaha, dan persyaratan perizinan.
Salah satu KBLI yang menjadi sorotan adalah KBLI 68200 — Real Estat atas Dasar Balas Jasa (Fee) atau Kontrak. Kegiatan ini mencakup jasa perantaraan dalam jual-beli atau sewa properti yang dilakukan atas dasar komisi atau kontrak kerja.
Berdasarkan Lampiran I PP 28/2025, kegiatan agen properti diklasifikasikan memiliki tingkat risiko menengah-tinggi. Dengan klasifikasi tersebut, pelaku usaha wajib memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Sertifikat Standar yang telah diverifikasi. Ketentuan ini berlaku untuk seluruh skala usaha, baik mikro, kecil, menengah, maupun besar.
Persyaratan Ketat untuk Pelaku Usaha
Untuk mendapatkan izin, pelaku usaha harus berbentuk badan hukum yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia. Selain itu, agen properti juga diwajibkan memiliki daftar tenaga ahli kompeten dengan spesifikasi yang ketat.
Setiap broker properti wajib:
- Berkewarganegaraan Indonesia,
- Memiliki paling sedikit satu tenaga ahli di bidang manajemen perantaraan properti,
- Bila menjalankan jasa manajemen dan konsultasi investasi properti, harus memiliki tenaga ahli di bidang manajemen dan investasi properti.
- Tenaga ahli juga wajib memiliki:
- Sertifikat Kompetensi Kerja dari lembaga berwenang,
- Surat pernyataan tidak bekerja pada pelaku usaha sejenis lainnya,
- Curriculum Vitae (CV) yang valid.
Kewajiban Operasional
Tidak hanya dalam tahap perizinan, PP 28/2025 juga mengatur secara rinci kewajiban operasional agen properti. Beberapa di antaranya adalah:
- Memiliki perjanjian tertulis dengan pengguna jasa,
- Menggunakan sistem pembayaran resmi nasional,
- Menunjukkan identitas usaha yang sah saat beroperasi,
- Mencantumkan nomor perizinan usaha di lokasi dan media publikasi,
- Menentukan komisi sesuai regulasi,
- Menyampaikan laporan kegiatan usaha dan perubahan data kepada Kementerian Perdagangan,
- Memenuhi ketentuan perdagangan melalui sistem elektronik bila beroperasi secara daring.
Penataan Ulang Ekosistem Properti
Langkah ini dinilai sebagai upaya pemerintah dalam memperkuat pengawasan dan profesionalisme sektor perantara properti. Selama ini, maraknya praktik broker informal atau tidak tersertifikasi menimbulkan potensi kerugian konsumen dan ketidakpastian hukum dalam transaksi properti.
Dengan diberlakukannya PP 28/2025, para pelaku usaha di sektor properti dituntut untuk meningkatkan kualitas layanan, kepatuhan administratif, dan kompetensi sumber daya manusianya.
Kementerian Investasi/BKPM dan Kementerian Perdagangan diharapkan akan memperkuat sosialisasi serta pendampingan kepada pelaku usaha, khususnya UMKM, agar tidak mengalami kendala dalam proses transisi dan pemenuhan persyaratan perizinan yang baru ini.
Harapan dari Pelaku Industri
Sejumlah asosiasi jasa properti menyambut baik regulasi ini. Ketua Umum Asosiasi Real Estat Broker Indonesia (AREBI), Clement Francis, misalnya, menyatakan bahwa standar baru ini akan menekan praktik perantara ilegal dan menciptakan iklim usaha yang lebih profesional dan sehat.
“Kami berharap aturan ini juga diikuti dengan pembinaan, pelatihan tenaga ahli, dan fasilitasi penerbitan sertifikasi kompetensi yang efisien,” ujar Clement.
Penegakan dan Pengawasan
Pemerintah juga membuka ruang bagi pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang tidak mematuhi ketentuan. Tanpa pemenuhan NIB dan Sertifikat Standar, kegiatan usaha dapat dianggap ilegal dan dikenai sanksi administratif hingga pencabutan izin usaha.
Seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap jasa agen properti, pembenahan regulasi melalui PP 28/2025 diharapkan menjadi pijakan penting menuju industri properti yang lebih akuntabel, terpercaya, dan berorientasi pada kepentingan konsumen.