Bioremediasi CPI Bukan Fiktif dan Dilakukan Sejak 1994

PEKANBARU (RiauInfo) - Para pakar bioremediasi menyebutkan proyek bioremediasi yang dikerjakan PT. Chevron Pacific Indonesia (CPI) bukanlah proyek fiktif. Hal ini ditegaskan dua pakar bioremediasi, Dr. Ir. Edwan Kardena, dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Dr. Ir. Suwarno MSc, dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) dari Departemen ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan.
"Proyek bioremediasi yang dikerjakan PT CPI merupakan upaya penyelamatan lingkungan dari pencemaran, dan sudah dilakukan sesuai tahapan-tahapannya. Dan saya melihat tidak ada yang fiktif," kata Suwarno Kardena kepada wartawan belum lama ini yang menghubunginya dari Pekanbaru. Edwan dan Suwarno sampai pada kesimpulan tersebut bukan sekedar mempelajari di atas meja, melainkan pada awal April lalu keduanya ikut turun ke lokasi-lokasi pengerjaan proyek bioremediasi PT CPI. Menurut Suwarno, bioremediasi merupakan proses pengangkatan atau pengolahan minyak bumi yang terkontaminasi tanah atau tanah yang terkontaminasi minyak bumi dengan menggunakan mikroorganisme. Berdasarkan peraturan kementerian Lingkungan Hidup, tanah yang terkontaminasi minyak mentah harus dibersihkan hingga di bawah satu persen. "Untuk membersihkannya perlu dilakukan melalui cara bioremediasi yakni penambahan mikroba yang secara alamiah berada di dalam tanah. Mikroba yang digunakan PT CPI adalah mikroba lokal. Karena jika pun dipakai dari luar belum tentu cocok, dan yang lokal justru lebih pas," timpal Suwarno. Tidak hanya sekedar menggunakan mikroba, untuk mendapatkan proses yang lebih cepat, maka mikroba ini juga diberi makan berupa pupuk. Selain itu, mikroba ini juga memerlukan oksigen. Untuk memperolehnya, dilakukan dengan cara membolak-balik atau mengaduk-aduk tanah sehingga oksigen yang diperlukan dapat terpenuhi," imbuh Suwarno. Tak cukup hanya di situ, lanjut Suwarno, untuk menambah PH tanah digunakan kapur. Kelembaban tanah juga harus diatur. Misalnya, jika tanah kering maka harus disiram sehingga proses bioremediasi ini bisa berjalan dengan maksimal. Untuk pengerjaan proyek ini harus dilakukan kurang dari 8 bulan. Jika lebih, maka proyek ini tidak efektif sesuai dengan Kepmen LH No 128 tahun 2003 tentang Bioremediasi. "Rata-rata PT CPI mengerjakan proyek ini antara 5-6 bulan dan kadar minyak yang bersisa di bawah 1 persen. Ini sudah sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) LH No 33 Tahun 2009. Permen ini juga mengatur soal ceceran minyak mentah yang harus diangkat dan diolah sampai kadar minyaknya di bawah 1 persen," ujar Suwarno. Selanjutnya, sebelum dirilis kembali, tanah yang sudah berhasil dibersihkan harus mendapatkan verifikasi lagi dari Kementerian Lingkungan Hidup. Sementara itu, Edwan Kardena menjelaskan bioremediasi adalah proses perbaikan lingkungan yang tercemar dengan menggunakan mikroba. "PT CPI sudah memulai penelitian bioremediasi sejak tahun 1994. Dan tahun 2000 secara sukarela PT CPI minta izin ke Kementerian Lingkungan Hidup untuk melalukan bioremediasi," jelasnya. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 128 tahun 2003 mengatur tentang tata cara pengolahan lingkungan. Di situ diatur bagaimana mengolah dan menjaga lingkungan yang tercemar. "Tentunya kita tidak ingin perusahaan minyak yang beroperasi di Indonesia setelah selesai beroperasi meninggalkan lingkungan yang tercemar. Maka keluar Keputusan KLH ini," sebutnya. Dijelaskan Edwan, untuk mengolah tanah yang tercemar limbah minyak mentah, PT CPI mengangkat tanah tersebut dari permukaan untuk diolah di satu tempat. "kalau tidak ada PT CPI sebagai pelopor proyek bioremediasi di Indonesia, kita tidak bisa membayangkan bagaimana membersihkan tanah kita, jika ada yang terkontaminasi minyak," terangnya. Edwan pun memaparkan, bioremediasi aman digunakan karena proses ini menggunakan mikroba yang secara alami berada dalam tanah. Mikroba ini hidup di air atau tanah dan memakan bahan-bahan kimia tertentu termasuk kandungan minyak yang ada dalam tanah. Ketika mikroba ini memakan zat-zat kimia, zat-zat ini dibuah menjadi air dan gas tidak berbahaya lainnya. Mikroba ini sangat membantu dan tidak berbahaya bagi manusia yang bekerja di lokasi tersebut atau tinggal di wilayah sekitar. "Dalam proses bioremediasi tidak ada zat kimia berbahaya yang digunakan," tegasnya.(***)

Berita Lainnya

Index