Para Intelektual Harus Bersatu Membentuk Haluan Negara

image JAKARTA (Riauinfo): Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo mengingatkan bahwa para intelektual, kaum cendekiawan, harus bersatu membentuk Haluan Negara  yang  tujuan utamanya mensejahterakan rakyat. Haluan Negara diperlukan antara lain agar konsep pembangunan negeri ini lebih terarah, tidak didasarkan pada kepentingan kelompok yang malah berpotensi menciptakan kepincangan social.  “Karena itu banyaknya gagasan agar kaum intelektual bersatu membentuk Haluan Negara, pada dasarnya sudah sejalan dengan apa yang dilakukan Aliansi Kebangsaan selama ini, yaitu menghimpun gagasan dari para cendekiawan, termasuk sejumlah dosen yang tergabung dalam wadah Forum Rektor untuk sama sama memikirkan Haluan Negara,” ujar Pontjo Sutowo dalam pengantar diskusi bertema “Urgensi Haluan Negara” di SD Kupu Kupu, Bangka VII Dalem, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Kamis (19/5). Diskusi tersebut dihadiri sejumlah intelektual, diantaranya Harry Tjan Silalahi, Dawam Rahardjo, Subiyakto Tjakrawerdaya dan Ketua Yayasan Suluh Nuswantara Bakti, Imam sunaryo. Diskusi  menampilkan DR Yudi Latif sebagai moderator, juga menghadirkan dua pembicara utama, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof Dr Daoed Yoesoef dan mantan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara — yang juga pakar otonomi daerah — Prof Dr M Ryaas Rasyid. Menurut Ryaas Rasyid, haluan Negara bagi Indonesia sangat penting. Haluan Negara adalah rambu rambu utama yang menjadi acuan pelaksanaan pembangunan di Indonesia. Tetapi  sekarang ini, beda sekali,  pelaksanaan pembangunan di Indonesia cenderung dilaksanakan berdasarkan selera pimpinan. “Coba lihat proyek pembangunan kereta cepat Jakarta Bandung. Apa itu ada panduannya dan rencana awalnya di Bappenas? Tidak ada, karena proyek itu dibangun  berdasarkan gagasan Presiden. Kenapa tidak bangun jalan di Papua padahal jalan sangat dibutuhkan disana? Apa pembangunan jalan kereta itu sangat urgen bagi Indonesia?” Ryaas mengatakan, untuk menghadirkan Haluan Negara pada saat ini diperlukan kerja keras, termasuk dukungan dari para intelektual, pengusaha dan rakyat. Tetapi harus diingat, pembentukan Haluan Negara itu harus juga sinergis dengan upaya memberdayakan MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) sebagai lembaga  tertin ggi Negara. Sekarang  keberadaan MPR tidak ubahnya dengan lembaga tinggi biasa seperti DPR dan DPA. Jadi MPR harus ditingkatkan statusnya sebagai lembaga tertinggi. Jika itu sudah dilakukan, barulah bisa diupayakan amandemen, atau jika  tidak ingin terburu-buru, bisa dilakukan konsensus para intelektual yang diikuti dengan konsensus para buruh, para petani dan lain-lain. “Yang pasti, para intelektual memang harus bersatu untuk membangun Haluan Negara. Kalau para intelektual tidak bersatu, sangat sulit…” ujar Ryaas rasyid lagi. Prof Dr Daoed Yoesoef sebelumnya mengingatkan, perlunya Haluan Negara bukan semata karena Haluan Negara itu  akan menuntun Negara selalu bersikap adil, tetapi juga pelaksana Negara dan bahkan rakyat akan dicerdaskan dan selalu dilibatkan secara langsung dalam proses pelaksanaan pembangunan nasional. Dahulu, kata Daoed Yoesoef, orang mengira bahwa untuk merasa tergolong pada Negara-Bangsa  rakyat cukup puas dengan turut menikmati perlindungan dan kemakmurannya. Sekarang, ide ketergolongan meliputi dimensi tambahan, berupa partisipasi dalam pemerintahan yang intinya adalah turut mengambil keputusan. Peluang bagi partisipasi tersebut sebenarnya terbuka dalam kerja kolektif besar nesaran yang disebut “pembangunan nasional”. “Berarti, rakyat akan merasa bermartabat  kalau system pembangunan dikonsepkan, dimana  rakyat diminta turut membicarakan setiap proyek pembangunan – pusat atau daerah yang berlokasi di wilayah pemukimannya. Dia sendiri harus hadir, tak boleh mewakilkan atau diwakili, turut bermusyawarah, ikut bermufakat. Jadi di level akar rumput ada demokrasi  langsung.  Jika ada kesan penduduk local tidak tercerahkan untuk berdemokrasi  langsung. Obatnya bukanlah membatalkan hak partisipasinya, melainkan mencerdaskannya melalui bimbingan formal, yang berarti pemerintah menjalankan fungsinya selaku totor. Begitulah antara lain urgensinya  Haluan Negara,” ujar Daoed Yoesoef . Menurut cendekiawan Dawam Rahardjo, usaha menghasilkan Haluan Negara juga sudah mendapat lampu hijau dari para anggota MPR. Bahkan seluruh anggota fraksi di MPR sudah menyetujui  adanya Haluan Negara. Sejumlah Ketua partai politik, kata Dawam, juga setuju.  Buktinya, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri  hadir ketika beberapa waktun lalu diundang Aliansi Kebangsaan yang bekerjasama Forum Rektor menggelar acara Konsensus Haluan Negara di Jakarta Convention Center.  Hadir juga dalam acara itu Ketua PAN – yang juga Ketua MPR — Zulkifli Hasan dan menyatakan perlunya Haluan Negara . (Herman Ami).

Berita Lainnya

Index