Oleh: Jilan, mahasiswa Universitas Tazkia
Bayangkan jika tabungan syariah Anda tidak hanya berkembang untuk keuntungan pribadi, tetapi juga memberikan dampak positif bagi petani lokal, mendukung UMKM, dan memperkuat sektor ekonomi halal di Indonesia. Di tengah perkembangan pesat dunia finansial, sistem keuangan syariah menawarkan lebih dari sekadar efisiensi dan keuntungan. Keuangan syariah berfokus pada pemberdayaan ekonomi yang adil, berkelanjutan, dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah yang menekankan nilai-nilai kemanusiaan.
Tabungan syariah muncul sebagai bentuk baru dari harapan itu. Lebih dari sekadar alternatif, ia hadir sebagai solusi keuangan yang menyelaraskan aspek spiritual, sosial, dan ekonomi. Tak heran, semakin banyak masyarakat yang mulai melirik layanan ini.
Apa Itu Tabungan Syariah?
Berbeda dari tabungan konvensional yang berbasis bunga (riba), tabungan syariah menggunakan akad mudharabah (bagi hasil) atau wadiah (titipan). Dalam akad mudharabah, nasabah menempatkan dana dan bank mengelolanya untuk kegiatan produktif, lalu hasil keuntungannya dibagi sesuai kesepakatan. Pendekatan ini menciptakan hubungan yang setara antara bank dan nasabah—bukan relasi kreditur-debitur, melainkan mitra usaha.
Seperti dikemukakan oleh Antonio (2001), prinsip keadilan dalam tabungan syariah menjadikannya lebih humanis dan berorientasi pada keberkahan. Ia tidak hanya memperkaya individu, tapi turut memperkuat ekosistem ekonomi riil.
Dampak Ganda untuk Masyarakat
Keunggulan tabungan syariah terletak pada dampak gandanya. Dana yang dihimpun tak mengendap pasif, melainkan dialirkan ke sektor produktif seperti pertanian, UMKM, industri halal, dan proyek sosial. Di sinilah letak keunikan sistem keuangan syariah: mendorong inklusi, membangun ekonomi berkeadilan, dan tetap kompetitif secara komersial.
Bank syariah kini juga terus berinovasi: dari layanan digital, aplikasi mobile banking, hingga integrasi sistem QRIS, semua dilakukan agar tabungan syariah tidak tertinggal dalam era disrupsi.
Tantangan Literasi dan Inklusi
Namun, potensi besar ini belum sepenuhnya tersampaikan ke masyarakat. Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan oleh OJK (2022), literasi keuangan syariah di Indonesia baru mencapai 9,14%, jauh di bawah literasi keuangan umum sebesar 49,68%. Ini artinya, masih banyak yang belum memahami prinsip, manfaat, maupun cara kerja produk syariah.
Sebagian masyarakat masih menganggap tabungan syariah kurang praktis atau kurang kompetitif dibanding produk konvensional. Padahal, dengan pendekatan yang tepat, tabungan syariah justru bisa menjawab keresahan masyarakat akan keuangan yang etis dan memberdayakan.
World Bank (2020) juga menyoroti pentingnya peningkatan inklusi keuangan sebagai fondasi pembangunan ekonomi nasional yang merata dan berkelanjutan.
Arah Kolaborasi Masa Depan
Agar tabungan syariah benar-benar menjadi arus utama, perlu kolaborasi lintas sektor. Pemerintah, akademisi, lembaga keuangan, tokoh masyarakat, hingga media harus bersinergi menyampaikan informasi yang jernih dan menarik. Edukasi publik, transparansi pengelolaan dana, serta narasi yang menyentuh nilai dan kebermanfaatan sosial menjadi kunci memperluas jangkauan.
Terlebih bagi generasi muda, yang kini menjadi pengguna digital aktif, literasi keuangan syariah perlu dikemas dengan cara yang relevan, inspiratif, dan solutif.
Dari Tabungan, Menuju Transformasi
Tabungan syariah bukan sekadar menyimpan dana, tapi menyimpan harapan. Harapan akan sistem keuangan yang lebih adil, transparan, dan berpihak pada masyarakat kecil. Di tengah kompleksitas dunia modern, inilah jalan tengah yang menyatukan nilai dan kebutuhan.
Kini saatnya menjadikan tabungan syariah bukan hanya sebagai pilihan alternatif, tetapi sebagai bagian penting dari transformasi ekonomi yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan.