Jangan Salahkan Cina Menguntung

Terlepas dari dukung mendukung politik, boleh jadi iklan Partai Gerindra menambah semangat rakyat untuk berbelanja di pasar-pasar tradisional. Barang-barang hasil bumi yang bersifat agro, UKM dan kelautan sangat banyak di pasaran tradisional dari jerih payah pribumi di perut bumi Nusantara ini. Untuk barang pabrikan, tentu saja harganya telah ditentukan secara vertikal dari produsennya. Namun barang pabrikan ini tidak lepas dari kejahatan pelaku bisnis, pribumi yang menaikkan harga seenaknya. 

Seorang Ibu Rumah Tangga (IRT), warga kecamatan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru, berbelanja di pasar Dupa Tangkerang. Kejadian sekitar dua bulan silam itu telah mematahkan semangatnya membela pedagang pribumi. Pasalnya, ia membeli pembalut khusus melahirkan dengan harga tinggi jauh dari harga pasaran. Pedagang tanpa karyawan, sewa kedai yang relatif murah dari ruko telah menjual pembalut seharga Rp.18.000 rupiah. Karena yakin bahwa barang pabrikan pasti sudah standar harganya, IRT yang saat itu sedang dalam masa kehamilan tua langsung saja membeli pembalut untuk pasca persalinannya. Kejanggalan harga jual akhirnya diketahui dua hari setelah itu. Dimana orang tua dari IRT itu berbelanja barang yang sama di pasar yang sama dan kedainya berbeda. Sang ibu mengaku heran, karena dia hanya beli pembalut yang sama hanya seharga Rp.13.000. Pembelian berikutnya, sang suami membeli pembalut yang sama di sebuah toserba kawasan jalan Belimbing, Pekanbaru. Toserba yang punya banyak karyawan dan pembantu itu mematok harga pembalut hanya Rp.12.500. Begitu juga dengan produk susu ibu menyusui yang lebih murah dari toko lainnya mencapai Rp.1000 hingga 1.500 rupiah. Sang ibu dan IRT itu akhirnya menyimpulkan, bahwa pedagang pertama, pribumi, telah memanfaatkan keadaan orang yang sedang hamil tua saat membeli pembalut. Sementara, pedagang yang kedua, juga pribumi, menjual dengan harga standar saja, dengan harapan menambah pelanggan. Pedagang ketiga, warga Indoneisa keturunan Cina, pemilik toserba bisa lebih murah lagi tentunya dengan harapan banyak pelanggan. Harapan itu ternyata terwujud, dimana setiap hari, terutama di waktu malam, toserba tersebut selalu dipenuhi pembeli yang umumnya juga pribumi. Bukan karena warga keturunan tidak tahu pepatah "Jangan Salahkan Bunda Mengandung,"sehingga ia tidak memanfaatkan kondisi konsumen yang sedang terdesak. Namun prinsip mempertahankan pelanggan dengan harga standar patut dicontoh pelaku usaha lainnya. Konsumen hanya memandang harga, bukan rasisme, jangan salahkan Cina menguntung! Penulis: Suryadi wartawan situs berita www.riauinfo.com

Berita Lainnya

Index