Jelang HPN 2026, PWI dan Mahkamah Agung Sepakat Bangun Sinergi Edukasi Hukum Lewat Jurnalisme

Senin, 22 Desember 2025 | 23:59:47 WIB
Audiensi resmi Pengurus PWI Pusat dengan jajaran pimpinan Mahkamah Agung yang berlangsung di Lantai 13, Gedung MA, Jakarta, pada Senin (22/12/2025).

JAKARTA (RiauInfo) – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat dan Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia tengah menjajaki penguatan kerja sama strategis dalam aspek peliputan perkara dan edukasi hukum kepada publik. Langkah ini diambil sebagai persiapan menyambut perayaan Hari Pers Nasional (HPN) yang akan digelar pada 9 Februari 2026 di Provinsi Banten.

Sinergi antara lembaga pers tertua di Indonesia dan lembaga peradilan tertinggi ini dinilai sangat krusial di tengah meningkatnya atensi masyarakat terhadap proses serta putusan peradilan. Kolaborasi ini diharapkan mampu menjembatani pemahaman publik terhadap mekanisme hukum yang berlaku di tanah air.

Kesepakatan awal ini mengemuka dalam audiensi resmi antara Pengurus PWI Pusat dengan jajaran pimpinan Mahkamah Agung yang berlangsung di Lantai 13, Gedung MA, Jakarta, pada Senin (22/12/2025). Pertemuan tersebut berlangsung hangat dengan diskusi mendalam mengenai peran pers dalam penegakan hukum.

Sekretaris Jenderal PWI Pusat, Zulmansyah Sekedang, dalam kesempatan tersebut menegaskan bahwa PWI sejak awal berdirinya selalu menjunjung tinggi nilai kebenaran dan keadilan. Nilai-nilai ini menjadi fondasi utama profesi jurnalistik yang dipegang teguh oleh seluruh anggota.

Menurut Zulmansyah, prinsip tersebut berjalan lurus dengan mandat Mahkamah Agung sebagai puncak kekuasaan kehakiman di Indonesia. Kesamaan visi ini menjadi modal kuat untuk membangun kolaborasi yang lebih erat antara kedua belah pihak.

“PWI adalah organisasi wartawan tertua dan terbesar di Indonesia. Tujuan kami setia kepada kebenaran dan keadilan, yang tentu sejalan dengan visi Mahkamah Agung dalam menegakkan hukum,” ujar Zulmansyah di hadapan pimpinan MA.

Lebih lanjut, ia menilai bahwa isu hukum merupakan salah satu persoalan yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat. Oleh sebab itu, dibutuhkan sinergi yang tidak hanya kuat di tingkat pusat, tetapi juga berkelanjutan hingga ke pengadilan-pengadilan di tingkat daerah.

Zulmansyah menyoroti bahwa kasus hukum hampir selalu menjadi sorotan publik. Ia berharap kerja sama yang dibangun nantinya dapat berjalan lebih sistematis, salah satunya melalui program pendidikan dan pelatihan peliputan persidangan bagi wartawan.

“Kami berharap ada kerja sama konkret, termasuk pelatihan agar pemberitaan di media semakin berimbang, akurat, dan mencerahkan masyarakat, bukan sekadar sensasi,” tambahnya.

Sebagai bentuk keseriusan, Zulmansyah menyampaikan rencana PWI untuk memformalkan kerja sama ini melalui penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU). Penandatanganan ini ditargetkan dapat terlaksana pada puncak peringatan HPN, 9 Februari 2026 mendatang di Serang, Banten.

Merespons hal tersebut, Ketua Mahkamah Agung RI, Prof. Dr. H. Sunarto, S.H., M.H., menyambut baik inisiatif PWI. Ia mengakui bahwa kemitraan dengan insan pers memiliki peran strategis dalam membangun pemahaman publik yang benar terhadap proses peradilan yang sedang berjalan.

Sunarto menegaskan filosofi kerjanya, bahwa dalam menjalankan tugas kehakiman, Mahkamah Agung senantiasa berpegang pada tiga prinsip utama, yakni head, hand, and heart—yang berarti menyatukan akal, tindakan, dan nurani.

“Keadilan harus dijaga secara nalar, diwujudkan dalam tindakan, dan dirasakan oleh hati. Pertanggungjawaban seorang hakim bukan hanya kepada manusia semata, tetapi juga pertanggungjawaban mutlak kepada Tuhan,” tutur Sunarto dengan nada serius.

Untuk menindaklanjuti pertemuan ini, Sunarto membuka peluang penunjukan liaison officer (LO) dari masing-masing pihak. Keberadaan LO ini nantinya bertugas untuk mengawal komunikasi dan memastikan rencana kerja sama dapat terealisasi dengan baik.

Edukasi Hukum dan Etika Publikasi

Sementara itu, Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial, H. Suharto, S.H., M.H., turut memberikan pandangannya. Ia menekankan pentingnya peran media dalam mengedukasi masyarakat mengenai mekanisme persidangan secara proporsional dan bertanggung jawab.

Suharto menyoroti perlunya pemahaman publik tentang perbedaan mendasar antara sidang terbuka dan sidang tertutup. Hal ini krusial, terutama menyangkut karakteristik perkara tertentu seperti kasus anak dan perceraian yang memiliki batasan publikasi demi perlindungan privasi dan hukum.

“Media memiliki peran strategis dalam meningkatkan literasi hukum masyarakat. Namun, hal itu harus dilakukan dengan tetap memperhatikan etika jurnalistik dan prinsip perlindungan terhadap pihak-pihak tertentu dalam perkara,” jelas Suharto.

Pertemuan strategis ini turut dihadiri oleh jajaran pejabat tinggi Mahkamah Agung, antara lain Panitera Mahkamah Agung Dr. Heru Pramono, S.H., M.Hum., Hakim Agung sekaligus Juru Bicara MA, Prof. Dr. Yanto S.H., M.H., Ketua Kamar Pembinaan Syamsul Ma’arif, S.H., LL.M., Ph.D., serta Kepala Badan Urusan Administrasi (BUA) MA Dr. H. Sobandi, S.H., M.H.

Sedangkan dari pihak PWI Pusat, hadir mendampingi Sekjen antara lain Ketua Bidang Pembelaan dan Pembinaan Hukum Anrico Pasaribu, Wakil Ketua Bidang Kemitraan dan Kerja Sama Amy Atmanto dan Kadirah, serta Wakil Ketua Bidang Pembinaan Daerah Novrizon Burman.

Turut hadir pula Wakil Ketua Departemen Hukum Aiman Wicaksono, Ketua Departemen Litbang Akhmad Sefudin, Wakil Ketua Departemen Litbang Jimmy Endey, Direktur Satgas Anti Hoaks Insan Kamil, serta Wakil Ketua Departemen Humas Akhmad Dani dan B. Hersunu.

 

 

Terkini