Ir Ridar Hendri MSi PhD: Teknologi AI Ringankan Tugas Wartawan, Tapi Juga Bisa Jadi Sumber Bencana

Ir Ridar Hendri MSi PhD: Teknologi AI Ringankan Tugas Wartawan, Tapi Juga Bisa Jadi Sumber Bencana
Ir. Ridar Hendri, MSi, PhD

JAKARTA (Riauinfo) - Pakar komunikasi pembangunan FPK Universitas Riau, Ir Ridar Hendri MSi PhD, mengingatkan kaum jurnalis siber agar berhati-hati dalam menggunakan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence / AI) untuk membantu meringankan tugas-tugas jurnalistik. Sebab, meski teknologi AI dapat memberikan kemudahan dalam  bekerja, tapi dapat juga menjadi sumber bencana jika salah menggunakannya.

Hal itu dipaparkannya saat tampil sebagai pembicara bersama Prof Dr Widodo Muktiyo, Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo)  dalam Dialog Nasional "Transformasi Jurnalis di Era Digitalisasi" di Hotel Acacia Jakarta, Senin (27/5).  Acara diselenggarakan dalam rangka HUT ke-2 organisasi Pro Jurnalismedia Siber.

Menurut Ridar, teknologi AI di satu sisi memang dapat membantu wartawan dalam hal otomatisasi penulisan berita, analisis data dan prediksi, pemantauan media sosial, dan pencaharian informasi dan fakta. Tapi di lain sisi, teknologi ini bekerja hanya mampu meredefinisi sesuatu hal berdasarkan jutaan data yang tersimpan di big data. 

"Jika data yang dijadikan dasar oleh sistem AI ternyata salah, maka karya jurnalistik yang dibuat wartawan berdasarkan bantuan teknilogi AI, tentu akan salah juga," kata doktor komunikasi pembangunan lulusan Universiti Selangor Malaysia itu. 

Dia mengingatkan, bahwa saat ini timbul kekhawatirkan di dunia jurnalistik terkait arti sebuah kebenaran. Sebab kita saat ini berada di era post-truth (pasca kebenaran), dunia dimana masyarakat sulit membedakan mana yang benar, mana yang salah. Di era ini, informasi-informasi hoaks yang banyak bersileweran di sistem online, secara otomatis akan tersimpan dalam big data. Nah, ketika suatu saat nanti jurnalis ingin menggunakan AI untuk memperoleh suatu data, maka data yang diberikan big data adalah data yang salah tadi, sehingga karya jurnalistik yang dihasilkan pun, akan salah. "Ini bahayanya," kata Staf Khusus Bidang Komunikasi Rektor/ Warek Universitas Riau ini. 

Ironisnya, lanjut dia, ekosistem media sekarang lebih menghargai berita sederhana namun populer, ketimbang berita serius/investigasi tapi tidak viral.  

Karena itu, pengelola media harus memiliki strategi untuk menyiapkan para jurnalisnya. Diantaranya melalui program pendidikan dan pelatihan, kolaborasi dan adaptasi jurnalis dengan mesin (robot) AI itu sendiri.

"Ini harus dilakukan, karena meskipun cerdas, tapi robot AI tidak punya jiwa dan tak mengerti etika. Hanya jurnalis lah yang bisa menjaga prinsip-prinsip etika itu dalam tugas-tugas jurnalistik" pungkas nya.

Sementara itu, Prof Widodo mengatakan media siber menjadi bagian penting dalam perkembangan dunia pers. Sebab mampu menghadirkan informasi terbaru, cepat dan dengan memiliki cakupan yang luas. Karena itu seorang wartawan harus mampu bertransformasi dari sistem jurnalistik konvensional ke digital. "Harus dapat memanfaatkan peluang,  menjawab berbagai tantangan, serta mampu menghasilkan produk jurnalistik yang kreatif dan inovatif," katanya.

Berita Lainnya

Index