PEKANBARU (RiauInfo) – Di era di mana jari jemari bisa menjadi harimau yang mematikan, keamanan data pribadi bukan lagi sekadar pilihan, melainkan kewajiban mutlak. Hal ini ditegaskan oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) dalam webinar Pandu Literasi Digital bertajuk "Aman Berdigital Nyaman Di Dunia Maya" yang digelar secara daring pada Rabu (12/11/2025). Menghadirkan narasumber Yanti Sugrianti, seorang Pandu Literasi Digital asal Kabupaten Siak, Riau, kegiatan ini mengupas tuntas ancaman siber yang kian canggih mengintai masyarakat Indonesia.
Dalam paparan pembukanya, Yanti menyoroti fakta mengejutkan bahwa meski penetrasi internet di Indonesia sudah mencapai lebih dari 80 persen, tingkat kecakapan digital masyarakat masih perlu digenjot. "Aman digital adalah kunci. Lindungi data pribadi agar hidup tenang. Jangan sampai kemudahan teknologi justru menjadi bumerang yang merugikan finansial hingga reputasi kita," tegas Yanti di hadapan ratusan peserta daring yang antusias.
Wanita yang berdomisili di Siak ini mengingatkan peserta tentang bahaya mengumbar data pribadi yang bersifat spesifik. "Hati-hati, ya! Jangan pernah unggah foto KTP atau tiket perjalanan sembarangan di media sosial. Data seperti Nama Ibu Kandung, NIK, hingga data biometrik wajah adalah 'kunci rumah' kita di dunia maya. Jika bocor, pelaku kejahatan bisa dengan mudah melakukan pencurian identitas dan menguras rekening," ujarnya dengan nada memperingatkan.
Yanti kemudian membagikan tips praktis yang sering diabaikan banyak orang: kekuatan kata sandi. Ia menyarankan masyarakat untuk "rela ribet di awal" daripada menyesal kemudian. "Gunakan kombinasi huruf besar, kecil, simbol, dan angka. Jangan pakai tanggal lahir! Aktifkan Autentikasi Dua Faktor (2FA) di semua akun penting. Biarkan maling digital itu pusing karena harus melewati benteng berlapis untuk masuk ke akun kita," tambahnya.
Tak hanya soal sandi, Yanti juga membongkar modus penipuan Phishing dan Social Engineering yang kian marak. Ia mencontohkan kasus di mana penipu mengirimkan tautan undangan pernikahan atau surat tilang palsu yang ternyata mengandung malware. "Ingat, instansi pemerintah itu pakai domain .go.id, bukan .com atau blogspot. Jika ada pesan mendesak yang membuat panik atau menawarkan hadiah tidak masuk akal, itu tanda merah! Jangan diklik," serunya.
Lebih mengerikan lagi, Yanti menyinggung bahaya teknologi Artificial Intelligence (AI) yang kini disalahgunakan untuk penipuan. Ia mencontohkan kasus video Deepfake yang mencatut tokoh publik seperti Mahfud MD untuk menipu masyarakat dengan modus pembagian modal usaha. "Di zaman AI, mata dan telinga bisa menipu. Video call pun bisa dipalsukan. Jadi, selalu verifikasi ulang dan jangan mudah percaya," jelas Yanti.
Dalam webinar ini, Yanti menceritakan pengalaman nyata seorang korban Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KSBE). Ia mengisahkan seorang ibu yang datang kepadanya sambil menangis karena diperas puluhan juta rupiah oleh kenalan online-nya. Modusnya adalah Love Scamming, di mana korban dirayu untuk melakukan video call tak senonoh yang diam-diam direkam pelaku untuk bahan pemerasan.
"Korban sampai mengurung diri tiga hari karena malu dan takut. Saya katakan padanya, jangan takut! Itu hanya gertakan sambal. Jangan kirim uang sepeser pun," cerita Yanti dengan penuh empati. Ia menekankan bahwa dalam kasus KSBE, korban harus segera mengamankan bukti tangkapan layar (screenshot) dan tidak ragu untuk melapor ke layanan SAPA 129 atau kepolisian, karena identitas pelapor akan dilindungi.
Terkait maraknya penipuan di marketplace atau belanja online, Yanti memberikan tips jitu agar dompet tetap aman. Ia mewanti-wanti agar jangan pernah mau diajak bertransaksi di luar aplikasi resmi. "Kalau penjual minta transfer langsung ke rekening pribadi dengan iming-iming diskon, tinggalkan! Itu pasti penipu. Gunakan fitur di aplikasi agar uang kita ditahan dulu sebelum barang diterima dengan baik," pesannya.
Selain keamanan orang dewasa, Yanti juga menaruh perhatian besar pada keselamatan anak-anak di ruang digital. Menjawab pertanyaan peserta tentang kecanduan gawai, ia menyarankan orang tua untuk memanfaatkan fitur Parental Control. "Kita tidak bisa melarang anak memegang HP di zaman ini, tapi kita bisa mengaturnya. Bangun komunikasi terbuka, jadilah tempat curhat yang nyaman agar anak tidak mencari pelarian ke orang asing di internet yang berpotensi predator," saran Yanti.
Dalam sesi tanya jawab yang dipandu host Cantika Hartawan, antusiasme peserta terlihat dari banyaknya pertanyaan yang masuk, mulai dari isu catcalling hingga cara membedakan berita hoaks. Yanti menekankan prinsip "Saring sebelum Sharing". Menurutnya, masyarakat harus kritis dan selalu cek fakta sebelum menyebarkan informasi yang belum jelas kebenarannya agar tidak menjadi penyebar hoaks.
Menutup sesi pelatihan yang padat daging tersebut, Yanti mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menjadi agen perubahan. "Dunia maya akan menjadi tempat yang nyaman kalau kita semua bijak dan saling menghargai. Mari kita tularkan ilmu ini ke keluarga dan tetangga. Ingat, jari-jarimu adalah harimaumu, jagalah agar tetap aman berdigital," tutup Yanti mengakhiri sesi dengan penuh semangat. (ah)