FEBRIYO HADIKESUMA-Minat Baca di Kalangan Remaja Riau

BEBERAPA hari yang lalu saya kembali memijakkan kaki di tanah kelahiran untuk mengisi salah satu acara di pameran buku yang diadakan oleh Kompas Gramedia, sekaligus dalam rangka kegiatan promo buku yang saya tulis dan yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama yang berjudul ”Be Brilliant and Productive – Jalan Rahasia Menuju Kesuksesan Diri dan Financial”. 

Wah, menakjubkan sekali, rasanya 20 tahun yang lalu saat saya menghabiskan waktu di Pekanbaru gak ada deh yang namanya pameran buku. Kalaupun ada apa mungkin karena saya saja yang belum tahu ya? Pasti perkembangan Pekanbaru sekarang semakin dahsyat nih. Setidaknya itu yang ada dipikiran saya ketika menghabiskan waktu sambil membaca artikel yang tersedia di pesawat. Luar biasa memang, konsern pada pengembangan SDM di Riau mulai terlihat dengan adanya salah satu bentuk kegiatan seperti ini. Wah, salut deh kalo kayak gitu. Turun dari pesawat setelah membenahi bagasi saya langsung menuju kantor Gramedia, bukan Toko Gramedia, yang terletak di salah satu ruas jalan yang terkenal di kota kelahiran saya, Pekanbaru. Home Sweet home. Senangnya bisa kembali ke ”rumah” sendiri. Setelah berbincang-bincang dengan supir taksi yang luar biasa, karena saya bisa belajar hal baru lagi tentang kehidupan dan sedikit sharing pengalaman hidup serta hitung-hitung dakwah, barulah kami ke kantor Gramedia. Menakjubkan! dari bandara bukannya pulang tapi malah langsung kerja. Gila betul, Bio ini maniak kerja. Tak juga, kalau bisa sekali dayung tiga empat pulau lewat mengapa harus bolak balik ? ya tak ? ya, hitung-hitung mumpung belum sampai ke Rumbai jadi semua kerjaan di kota diselesaikan lah. Hm.... betul kan! menarik sekali hidup ini, saya dapat kehormatan untuk ke lokasi pameran bersama Manager Gramedia Area Pekanbaru untuk melihat-lihat lapangan hitung-hitung sebagai persiapan sebelum memberikan talkshow. Kami langsung ke Balai Adat Dang Merdu dan ee..ee...ehm.... (tersenyum sedih dan bahagia). ”Emang seperti ini ya Pak, kondisi pengunjung pameran bukunya”. Selama ini udah dapat diterka sih kalau peminat buku di Pekanbaru tidak begitu banyak namun di pikir-pikir kalau ada pameran pastilah akan rame. Ee.... sepertinya saya harus bersabar dengan opini saya. Gak apa-apa. Saya gak kecewa, saya malah bersyukur !! justru dengan adanya hal itu maka saya perlu memberikan ”teguran” kepada remaja Pekanbaru terutama untuk melihat balik satu kebiasaan yang boleh dikatakan memiliki rating ”lumayan rendah” di Pekanbaru. Negeri yang kaya adalah negeri yang didalamnya berisi orang-orang yang mau belajar. Belajar tidak harus ada di dalam kelas, belajar dari televisi (saya tidak terlalu merekomendasikan, mengingat banyaknya program yang kurang bermutu), radio, pengalaman maupun buku. Unik memang saat kita mengkaji tentang kebiasaan membaca buku yang begitu lumayan kurang menjadi perhatian. Saya masih ingat saat awal-awal berada di Kota Pelajar, saya juga termasuk orang yang hanya doyan baca komik. Sampai akhirnya saya tahu bahwa ada yang salah dari apa yang saya baca, oke!! Saatnya membuka diri dengan dunia luar dengan membaca buku-buku non fiksi. WOW !!! Miracles comes. Banyak terjadi perubahan dalam hidup ini setelah mulai mempelajari bagaimana cara berpikir para penulis-penulis yang menurut saya adalah orang yang dahsyat dan luar biasa dalam pemikiran. Saat itu juga saya mulai punya kebiasaan baru, dari membaca buku Kahlil Gibran berganti ke Giant Step, Rich Dad dan sebagainya. Sekarang siapa yang salah? ups, ngapain cari yang salah ya karena nanti hanya akan menambah ”masalah” saja. Sering dengar ”buku adalah jendela dunia, baca nak, baca”? Pastinya sering kita temukan dalam dunia edukasi di Indonesia. Harusnya kalau dipelajari dari dunia pikiran, kebetulan saya memang menitik beratkan tulisan dan seminar saya pada mind set, hal seperti itu sudah terekam baik disetiap memori orang Indonesia, betul tak. Namun kok ya masih banyak yang malah enggan membaca? Pasti ada somethong wring, eh kebalik, something wrong ini. Pasti ada sesuatu yang lebih kuat yang membuat core believe mereka berubah dan menjadi “ngapain membaca, membaca adalah hal yang jenuh” atau dalam bahasa lain yang terucap adalah “manga deyen mbaco, maleh!”. Kita pernah sekolah, coba ingat kembali, pernahkah guru kita mengatakan. ”Anak-anak, ini ada buku berjudul mencari pencuri anak perawan isinya menarik sekali dan ibu/bapak belajar bahwa.........,cobalah untuk membacanya” pernah mendengarnya? ataukah yang kita temukan hanya teori seperti ini saja didalam buku ”mencari pencuri anak perawan” itu ada cerita begini dan begitu....” tanpa kita sendiri belum membacanya? Apa dampak dan apa efeknya kelak? Seorang teladan, seorang yang lebih banyak menghabiskan waktu bersama kita, pengaruhnya akan tertanam kuat dalam inti keyakinan kita. Guru dan orang tua adalah subjeknya. Termasuk salah satunya adalah bagaimana mereka dan kita menciptakan budaya membaca tersebut. Bagaimana dengan kita? Apakah kita termasuk orang tua, kakak, abang yang juga seorang teoritis? Mengajarkan adik, sepupu, ponakan dan anak untuk membaca buku sedang kita sendiri malah gak tahu buku yang bagus untuk kita apa. Akhirnya apa? Merasa pintar dan hebat ? Ya! Saya orang Riau dan saya tidak malu mengakuinya. Ini yang terlihat dari Mahasiswa-mahasiswa yang datang ke Yogya, Bandung maupun Jakarta. Sifat ego yang begitu berlebihan. Hal ini bukan tanpa alasan, karena berkali-kali mengadakan seminar ya akhirnya yang terlihat hal itu-itu juga. Kecewakah saya? Gak! saya justru bersyukur karena sebenarnya disinilah tanggung jawab saya untuk merubah kebiasaan buruk ini. Seperti kata salah seorang penulis yang mendapatkan Penghargaan Sagang, Bapak Fahrunnas MA Jabbar di salah satu hotel besar waktu kami bertemu. ”Tugas kita adalah merubah akar yang jelek Bio, hari ini tidak akan terasa banyak perubahan, tapi biarlah anak cucu kita yang akan mengingat bahwa kita telah berjuang demi Riau meski tidak terlihat”. Iya juga ya, suatu apresiasi di Pekanbaru itu sepertinya baru akan muncul kalau berhubungan dengan seni, pemerintahan dan politik. Bagaimana dengan edukasi yang tidak membawa bendera dari salah satu panji tersebut. Let me say! Ntar dulu deh. Malu kadang, sedih kadang tapi inilah tanah kelahiran ku. Dimana sifat ego, materialistis dan ingin memenangkan kepentingan tertentu terlalu tinggi. Tolong bantu saya menemukan satu orang yang mau berbuat ikhlas di tanah Pekanbaru dalam hal edukasi maka akan saya berikan 100 orang yang berbuat sesuatu karena ada ”niat khusus” di baliknya. Ini semua adalah bentuk kebobrokan yang tanggung jawab kita. Saya berharap di saat yang akan datang akan muncul pertanyaan di kalangan masyarakat Pekanbaru ”Kapan lagi ya ada pameran buku” sehingga setiap yang namanya event pameran buku akan memiliki pengunjung yang hampir sama atau setidaknya lebih banyak dari pengunjung yang hadir di pusat-pusat perbelanjaan. Tentunya anda akan sepakat dengan kata-kata ”Mulailah dari diri sendiri”. Pertanyaan kita selanjutnya apakah anda sudah membaca satu buku apapun hari ini ? berapa banyak uang yang kita alokasikan untuk sebuah buku, ataukah kita adalah orang yang lebih mementingkan beli baju daripada buku? Kita terlalu lengah. Kita terlalu sering memberi ”makan” leher kebawah, beli baju, makanan dan sebagainya, namun jarang dan bahkan tidak pernah memberikan ”makan” leher ke atas yang sudah lapar berpuluh-puluh tahun. Memberi makan pikiran.*** FEBRIYO HADIKESUMAPenulis Buku Be Brilliant and Productive Remaja Riau Pertama yang Menjadi Penulis Non Fiksi di Gramedia. Kini Trainer Muda Riau untuk Universitas Gadjah Mada - Yogyakarta
 

Berita Lainnya

Index