WARGA TANGKERANG BARAT RESAH Berbagai Backing Didatangkan Menakuti Warga

PEKANBARU (RiauInfo) - Warga jalan Pius RT4 RW8 Kelurahan Tangkerang Barat Kecamatan Marpoyan Damai resah atas usaha penyerobotan tanah yang dilakukan oleh Sofian, yang mengaku sebagai kuasa dari pemilik tanah. Bahkan dari beberapa peristiwa, Sofian sempat membawa backing mulai oknum Auri, Korem, preman hingga Binaragawan. 

Atas permasalahan ini, warga yang mengaku sudah tinggal dan memiliki tanah sejak 1986 silam, resah. Hal ini terbukti suatu upaya dari pihak Sofian yang ingin memasukan eskavator beserta puluhan preman untuk meratakan tanah warga pada empat bulan lalu. Lokasi sengketa ini sendiri persisnya terletak lebih kurang 100 meter di Belakang Plaza Kedaung jalan Soekarno Hatta. Lahan yang disengketakan seluas 5 hektar, dengan dimiliki sekitar 100 orang warga. Dari masing-masing warga ini memiliki bukti kepemilikan lahan yang bervariasi. Diantaranya, ada hanya Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR), namun sebagian besar lagi mempunyai sertefikat tanah. Tidak ada alasan mengapa bisa bervariasi atas keterangan kepemilikan masing-masing lahan. Padahal menurut salah seorang warga setempat yang juga mempunyai lahan, Riyan, pada tahun 1986 silam warga secara bersama-sama memanfaatkan lahan tidur yang dulunya adalah hutan. Saat itu, warga secara bersama-sama menggarap lahan dan dibuat kaplingan, dengan masing-masing ukuran yang berbeda. Setelah selesai melakukan penebasan, barulah mendatangi pihak lurah dan kecamatan untuk dibuatkan surat kepemilikan tanah. Namun waktu itu, daerah yang sebelum dimekarkan masih bernama Kelurahan Tangkerang Kecamatan Bukit Raya ini, oleh Camat Bukit Raya waktu itu, Andi Samsul Bahri mengabulkan keinginan warga. Namun dengan sarat, yakni harus menunggu selama dua tahun. Menunggu selama dua tahun dimaksudkan, untuk membuktikan bahwa tanah benar-benar kosong. Waktu itu, selama dua tahun tidak ada terjadi pengklaiman. Akhirnya oleh Camat Bukit Raya, dikeluarkanlah surat kepemilikan tanah kepada warga, jelas Riyan. Hal yang sama juga dikatakan Samsudin Tanjung, warga setempat yang mengaku memiliki lahan 1 kapling dengan luas 30 x 27 setengah ditambah tanah dari orang tuanya yang kini sudah almarhum dengan luas 20 x 27 setengah. Selain itu, juga dibenarkan warga tempatan lainnya, Syamsul Bahri, yang memiliki tanah seluas 30 x 27 setengah. Para warga ini merasa aneh, dari 1986 silam pertama warga menggarap tanah yang masih hutan ini, mengapa baru lima tahunan ini ada yang mengklaim, bahkan yang perlu dipertanyakan lagi, sofian yang terang-terangan mengaku atas kuasa atas tanah hanyalah kaki tangan dari yang oleh mereka disebut Orang Tidak Dikenal (OTK). Dijelaskan Samsudin Tanjung, usaha ini sudah diupayakan penyelesaiannya mulai melakukan heering pada Komisi I DPRD Kota Pekanbaru, memberi laporan kepada Poltabes. Namun usaha ini sepertinya tidak ada tanggapan berarti. Selain itu, terang Samsudin belakangan ada yang menyebut dirinya dari pihak Yayasan Riau Bangkit, yang ternyata juga diantaranya adalah orang yang sama. Orang-orang dari Yayasan Bangkit ini melakukan isu-isu dan kembali mencoba merusak lahan warga dengan menggunakan eskavator, jelasnya. Mendatangi Pekerja dan Eskavator  Sejak pukul 9.00 Wib, warga setempat yang berjumlah 40-an orang mendatangi para pekerja yang sedang membuat jalan dengan melakukan pengerukan parit. Dari mereka mengaku ada yang dari swadaya masyarakat, sebagai pemilik tanah, ada juga yang mengaku dari Yayasan Riau Bangkit. Jumlah mereka sekitar 10 orang. Ketika masyarakat mencoba mendekati mereka awalnya mencoba menghindar. Namun setelah saling berhadapan, para warga yang memang berniat hanya ingin bertemu dan meminta penjelasan seputar pembuatan parit ini, disambut ramah oleh para pekerja ini. Dari keterangan, memang pekerjaan membuat jalan yang dilakukan saat ini bukan termasuk tanah warga seluas 5 hektar yang disengketakan. Mereka bekerja di atas tanah pemilik lahan lainnya. Diketahui, nama-nama lahan lainnya itu adalah, Dan Usul, Ahmad Alwi yang mereka sebut anggota dewan provinsi priode 1971-1977. Selain itu tanah disekitar pembuatan jalan itu ada juga tanah mertuanya Gubri Rusli Zainal, Ismail Suko. Selain itu mereka juga menyebutkan pemilik hotel Linda pun memiliki tanah dilintasan jalan yang mereka buat sekarang. Dari pengakuan warga, tanah ini memang bukan miliknya. Di atas yang sedang mereka kerjakan ini, masih berjarak sekitar 60-an meter dari tanah warga. Namun warga tetap mencurigai usaha pembuatan jalan yang mereka sebut sebagai perbuatan untuk menolong warga, dinilai terlalu mengada-ngada. "Tidak mungkin ada orang yang mau berbuat baik, apalagi dengan menggunakan anggaran besar pmbuatan jalan tanpa ada maksud," katanya. Warga mencurigai, usaha pembuatan jalan ini adalah salah satu upaya penyerobotan kepada tanah warga yang dimulai dari jalur lain. Sebab usaha seperti ini sudah pernah dilakukan diareal warga beberapa kali, dulu. Namun selalu mendapat pertentangan warga. Bahkan pengakuan Samsudin Tanjung di hadapan pekerja, warga dan pihak lurah sudah trauma atas apa yang terjadi pasa empat bulan yang lalu itu. Sementara para pekerja yang terkesan tidak mau terbuka siapa identitas sebenarnya ini, mengaku bekerja hanya membuat jalan. Tidak ada niat menyerobot. Bahkan diantara mereka mengaku pembutan jalan ini melalui patungan dari masing-masing pemilik tanah. Setelah bertemu hampir satu setengah jam lamanya, warga akhirnya kembali pulang. Kesepakatan kedua belah pihak adalah pekerjaan membuat parit tetap dipersilahkan, selagi tidak mengganggu lahan warga. Sementara dari pihak oleh warga disebut penyerobot berjanji, untuk menindaklanjutinya, Rabu (17/12). (muchtiar)
 

Berita Lainnya

Index