Ulama NU Nyatakan PLTN Haram

PEKANBARU: Greenpeace hari ini menyambut gembira keputusan Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur yang pada akhir pekan lalu menetapkan bahwa pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) adalah haram. Keputusan ini sebagai tanggapan kepada Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN), yang sudah berencana akan membangun reaktor nuklir di Pulau Madura.
Fatwa ini serupa dengan yang pernah ditetapkan NU Jepara pada 1 September 2007, dimana saat itu para ulama menyimpulkan bahwa resiko bahaya kebocoran radioaktif dan limbah radioaktif PLTN akan sangat membahayakan masyarakat sekitar, jauh lebih besar dibandingkan dampak positif dari pembangunan reaktor PLTN. “Keputusan NU di Madura ibarat satu paku lagi yang mengunci peti mati rencana pembangunan PLTN di Indonesia,” ujar Tessa de Ryck, Jurukampanye Regional Greenpeace Asia Tenggara. Karena itu Greenpeace mendesak Presiden Indonesia terpilih kelak bisa menjadikan keputusan NU ini sebagai titik untuk menghentikan rencana membuang uang pada teknologi mahal dan berbahaya ini, serta mulai berinvestasi pada pengembangan energi bersih seperti geothermal, angin, mikrohidro dan tenaga matahari. Di seluruh dunia sudah terbukti bahwa industri tenaga nuklir mulai mengalami kejatuhan, meski para pelaku industri itu gencar mengkampanyekan kebangkitan mereka. Pada kenyataannya, industri tenaga nuklir masih belum bisa mengatasi masalah yang sudah ada sejak 40 tahun lalu. Dari 435 reaktor yang kini beroperasi, sangat jarang yang dibangun sesuai jadwal dan bisa mempertahankan budget yang sudah direncanakan. Sejak 2008 lalu tidak ada satu pun PLTN baru yang beroperasi, bandingkan dengan pembangunan pembangkit listrik tenaga angin yang gencar dibangun hingga kapasitas 27 megawatt. Dalam kampanyenya April lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah menyatakan tak akan membangun reaktor nuklir selama masih ada alternatif yang lebih baik. Juni lalu, Perusahaan Listrik Negara (PLN) tak melihat masa depan nuklir sebagai bagian dari pengembangan energi di Indonesia. Indonesia mempunyai cadangan energi geothermal terbesar di dunia yang belum digunakan, meski sudah ada rencana untuk mensuplai 5 gigawatt pada 2014. Greenpeace mendesak pemerintah untuk meningkatkan target energi terbarukan, terutama geothermal, angin, matahari dan mikrohidro, dengan cara memperbaiki hukum dan regulasi, yang selama ini menjadi hambatan utama dalam pengembangan energi terbarukan. Hambatan terhadap pengembangan energi terbarukan ini membuat Indonesia masih terus bergantung pada energi fosil kotor dan melirik energi nuklir yang berbahaya. Indonesia saat ini baru memanfaatkan kurang dari 5% potensi energi terbarukannya. Greenpeace menekankan perlunya kepemimpinan yang kuat untuk segera menerapkan peraturan guna memanfaatkan sumber energi terbarukan yang ada. Indonesia harus mencontoh negara tetangga Filipina, yang pada akhir 2008 pemerintahnya menerapkan Undang-Undang Energi Terbarukan yang mampu mendorong negara ini menuju masa depan energi bersih, dan membawa keuntungan secara ekonomi serta mengurangi emisi karbon. “Mengalihkan investasi dari nuklir dan energi fosil kotor ke energi terbarukan bukan hanya pilihan pintar untuk mengurangi emisi karbon dan menghindari dampak buruk perubahan iklim, tetapi juga pilihan ekonomis. Fatwa yang dikeluarkan oleh Ulama Jawa Timur ini harus menjadi sinyal kuat bagi para pemimpin negara,” de Ryck menyimpulkan.(ad)

Berita Lainnya

Index