SIDANG KETIGA SENGKETA JISYAMSU VS KPU INHIL.. Pengakuan Menggelikan Pemilih Dibawah Umur Pilkada Inhil

PEKANBARU (RiauInfo) - Pengakuan seorang bocah 9 tahun menggelikan sejumlah hadirin saat sidang ketiga sengketa Pilkada Inhil berlangsung di Pengadilan Tinggi Pekanbaru, Rabu (22/10) ini. Walau tidak disumpah sebagai saksi, namun majelis hakim tetap mendengarkan keterangan Puji, murid sebuah madrasah Rumbai Jaya, Bagan Jaya kabupaten Inhil tersebut. 

Puji mengaku disuruh mencoblos pasangan kandidat bupati Inhil nomor urut 2 oleh kepala sekolahnya. Walau majelis Hakim menyadari sang anak ini tidak mengerti masalah Pilkada seperti saksi dan aparat di TPS, Majelis hakim tetap mengajukan pertanyaan kepada Puji. Puluhan hadirin tertawa geli mendengar keterangan Puji yang mengaku bukan dia sendiri yang disuruh mencoblos di sekolahnya. Dengan terbata-bata Puji mengakui, semua teman-temannya yang berada di kelas 4 hingga kelas 6 juga disuruh memilih kandidat nomor urut 2 di TPS sekolah mereka. Menurut Puji, setiap kelas rata-rata mempunyai 40 orang murid. Bahkan setelah mencoblos, Puji mengaku menerima uang senilai Rp.50.000 dari sang guru. Sidang perkara Pilkada Inhil ketiga hari ini mengagendakan pembuktian serta kesaksian dari pemohon (Pengacara kandidat Samsudin Uti-Subroto/Jisyamsu) dan termohon KPUD Inhil. Pada kesempatan pertama, pemohon mengajukan barang bukti berupa berkas surat kesepakatan KPU Inhil dengan unsur muspida dan pasangan calon. Kesepakan itu dinilai melanggar UU Pilkada. Karena kesepakatan menyatakan pemilih yang belum masuk Data Pemilih Tetap (DPT) boleh mencoblos dengan menggunakan KTP atau surat pengantar RT.RW saja. Dalam tuduhan surat kesepakatan itu, pemohon menghadirkan dua orang saksi yakni salah satu pasangan calon nomor urut Empat yakni Said Syarifuddin-Ismet (Saidi). Said sendiri mengaku menandatangani kesepakatan tersebut, namun Ismet tidak menandatangani karena tidak berada di tempat kejadian. Pembuktian ke dua, pemohon menunjukkan barang bukti money politik berupa amplop berisikan uang senilai 15 ribu hingga 100 ribuan rupiah, beserta stiker bergambar pasangan calon nomor dua diluar dan di dalam amplop. Pemohon menghadirkan saksi Suhaidi yang mengaku melihat dan menangkap tangan seorang RT membagikan sekarung beras kepada warga. Sementara, amplop berisi uang dan gambar kandidat nomor dua itu didapat dari seorang penerima amplop di RT lainnya. Sedangkan keterangan Puji bocah 9 tahun itu merupakan pembuktian keempat bahwa Pilkada Inhil cacat hukum dengan adanya pemilih di bawah umur yang dipaksa memilih salah satu pasangan kandidat. Majelis Hakim akhirnya menyatakan menunda sidang dengan agenda pembuktian dari pihak termohon yakni KPUD Inhil pada Kamis (23/10) besok.(Surya)
 

Berita Lainnya

Index