Penguatan Identitas Kemelayuan di Kawasan Sumatra

news6492YOGYAKARTA (RiauInfo) - Runtuhnya kekuasaan Orde Baru dan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah membuka peluang bagi putra-putra daerah di kawasan Sumatra, seperti di Medan, Padang, Riau dan Palembang, untuk menentukan arah kebijakan politik dan penguatan identitas kemelayuan.

Kecenderungan ini muncul karena didorong oleh motif untuk menentukan identitas kebudayaan sendiri yang dianggap lebih sesuai dengan jati diri orang Melayu.

Hal ini disampaikan oleh Dr. Minako Sakai, seorang Antropolog berkebangsaan Jepang dari Indonesian Studies, School of Humanities and Social Sciences, The University of New South Wales (UNSW), Australia, dalam diskusi bulanan dan buka puasa bersama di Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu (BKPBM), Rabu (10/9). Diskusi yang bertema Craeting a New Centre in the Periphery of Indonesia: Sumatran Malay Identity Politics tersebut dimoderatori Aftonul Afif, S.Psi. (Redaktur MelayuOnline.com).

Hadir dalam diskusi tersebut Prof. Dr. Sjafri Sairin, Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa-Putra, dan Dr. Aris Arif Mundayat (Konsultan MelayuOnline.com), Ong Harry Wahyu (Konsultan Desainer MelayuOnline.com), Dr. Nicolaas Warouw, dan Budi Irawanto, MA. (dari Pusat Studi Sosial Asia Tenggara-UGM), Dr. P.M. Laksono (Wakil Direktur Pusat Studi Asia Pasifik-UGM), Dr. Wening Udasmoro, M.Hum., DEA., Hayatul Cholsy, S.S., M.Hum. dan Aprillia Firmonasari, M.Hum., DEA. (dari Jurusan Sastra Roman UGM), Hari Dendy (Budayawan Yogyakarta), Drs. Aprinus Salam, MA. (Fakultas Ilmu Budaya UGM), Ridwan Usman (dari Ikatan Keluarga Riau Yoyakarta), Kusen Alipah Hadi (dari Yayasan Umar Kayam Yogyakarta); mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta, serta wartawan dari berbagai media cetak.

Sebelum diskusi dimulai, acara dibuka oleh Mahyudin Al Mudra, SH., MM., selaku Pemangku BKPBM dan Pimpinan Umum MelayuOnline.com. Dalam sambutannya Mahyudin mengatakan, diskusi rutin ini diharapkan dapat mengukuhkan BKPBM sebagai lembaga yang serius mengkaji budaya Melayu dengan mengundang para pakar dari berbagai kalangan, dari dalam maupun luar negeri.

Usai sambutan Mahyudin, Ibu Mina, demikian ia biasa disapa, memaparkan hasil penelitian yang dilakukan antara tahun 1994—2004 di beberapa daerah di Sumatra. Dari penelitian itu ia menengarai kecenderungan penguatan identitas kemelayuan di kawasan Sumatra dapat diidentifikasi dari fakta-fakta yang ada di lapangan. Pertama, orang Melayu cenderung mengidentifikasi dirinya sebagai pewaris sah kejayaan kesultanan Melayu di masa lalu agar identitas sosialnya menjadi unggul. 

“Salah satu organisasi yang aktif memperkuat identitas kemelayuan di kawasan Sumatra adalah Kerukunan Keluarga Palembang yang merupakan keturunan sultan. Mereka ingin membangkitkan kembali ikon-ikon identitas kemelayuan di Palembang dengan cara melantik sultan, mengadakan festival budaya Palembang dan seni tari Melayu Nusantara,” jelas Ibu Mina. “Kegiatan tersebut bertujuan untuk mengenalkan kepada seluruh masyarakat bahwa identitas kemelayuan di daerah tersebut masih ada hingga saat ini,” tambahnya. 

Kedua, para elit politik lokal semakin aktif menjalin kerjasama –terutama pada ranah budaya dan ekonomi— dengan negara tetangga yang memiliki basis kebudayaan Melayu. “Para elit politik dari kawasan Sumatra melakukan kerjasama dengan Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI) dari Melaka, Malaysia, yang bertujuan untuk mencari mitra dan mempercepat pembangunan di daerah Sumatra,” ungkap Ibu Mina. 

Selain itu, upaya untuk menguatkan identitas kemelayuan dilakukan dengan cara mengadopsi simbol-simbol yang dianggap sebagai representasi nilai-nilai Islam, seperti memakai busana muslim, membangun masjid raya, dan memberlakukan Peraturan Daerah (Perda) yang bernuansa islami. 

Pemaparan singkat Dr. Minako ini mendapat respon yang baik dari para peserta diskusi dalam sesi tanya jawab. Pertanyaan yang terlontar di antaranya datang dari Prof. Sjafri Sairin. Ia menanyakan, untuk apa penguatan identitas kemelayuan itu? Ia melihat, pengakuan sebagai orang Melayu hanya sebatas formalitas, tapi tidak ada ‘isinya’. Pertanyaan lainnya datang dari Mahyudin Al Mudra, yang menanyakan apa keuntungan para elit politik di kawasan Sumatra bekerjasama dengan DMDI? 

Menanggapi pertanyaan-pertanyaan di atas, Dr. Minako Sakai mengemukakan bahwa orientasi orang Melayu Palembang dalam menguatkan identitas kemelayuannya adalah untuk merevitalisasi hak-hak kesultanan demi tujuan politik. “Masyarakat Sumatra sadar, bekerjasama dengan DMDI dapat mendukung penguatan identitas kemelayuan. Di sisi lain, dengan kerjasama itu Sumatra dapat mendatangkan investor dari Malaysia,” tukas Ibu Mina. 
Pengukuhan Konsultan dan Penandatanganan MoU

Diskusi yang cukup menarik ini diakhiri dengan pengukuhan Dr. Minako Sakai sebagai konsultan BKPBM. Dalam sambutannya, Mahyudin menyampaikan rasa bangga dan ucapan terima kasih kepada Dr. Minako Sakai atas kesediaannya menjadi salah satu konsultan aktif BKPBM. 

“Saya selaku pemangku Balai merasa bangga dan bahagia, karena BKPBM diampu oleh para konsultan aktif dari beberapa negara. Dengan dikukuhkannya Dr. Minako Sakai, diharapkan BKPBM makin dikenal di seluruh dunia, terutama di benua Australia,” ungkapnya. Dalam acara pengukuhan ini, Mahyudin memakaikan salah satu atribut BKPBM, yaitu jaket MelayuOnline.com dan memberikan cenderahati berupa buku Masyarakat Melayu dan Kebudayaan Melayu dalam Perubahan serta buku Rumah Melayu. 

Acara kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan Nota Kesepahaman antara BKPBM dan Jurusan Sastra Roman UGM. Dalam perjanjian itu, disepakati beberapa hal, di antaranya: Sastra Roman UGM akan membantu menerjemahkan menu-menu yang berbahasa Indonesia di MelayuOline.com ke dalam bahasa Prancis, serta melakukan koreksi terhadap hasil terjemahan redaktur MelayuOnline.com, sementara pihak BKPBM bersedia menjadi tempat magang para mahasiswa Sastra Roman serta akan memberikan sertifikat penghargaan kepada setiap staf pengajar dan mahasiswa yang terlibat dalam kegiatan tersebut. 

“Nota kesepahaman ini diharapkan menjadi sarana yang konkret antara Jurusan Sastra Roman dan BKPBM untuk mempersatukan puak-puak Melayu di seluruh dunia,” ungkap Mahyudin Al Mudra. Beliau juga mengharapkan agar ke depan BKPBM akan terus melakukan kerjasama dengan berbagai universitas, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan pusat-pusat kajian di berbagai universitas. Seusai penandatanganan Nota Kesepahaman, acara ditutup dengan buka puasa bersama.(ad/rls)

Berita Lainnya

Index