Pendirian Fakultas Ilmu Budaya Dibahas Komisi Pendidikan Senat Unri

PEKANBARU (RiauInfo): Pendirian Fakultas Ilmu Budaya (FIB) menemui titik terang. Rektor Universitas Riau (Unri) melalui Pembantu Rektor II Dr Yanuar menerangkan pendirian FIB sudah disetujui waktu rapat DPH pada 22 Juli 2009 lalu. Sekarang dalam proses pengajuan ke rapat senat UR pada 12 Agustus minggu depan.
“Pendirian FIB sudah disetujui dewan pimpinan harian, minggu depan masuk ke rapat senat universitas,” jelas Yanuar kepada press, kamis (6/8) di Batam via telepon. Meski pendirian FIB sudah ditunggu-tunggu masyarakat dan budayawan di Riau, namun pihak rektorat lebih terkesan hati-hati. Dalam kaitan itu DR Yanuar membantah, “Pendirian FIB sudah pasti, namun mesti melalui tahap-tahap prosedural,” katanya di hadapan Tim Muhibah Seni Budaya Universitas Riau yang akan berangkat ke Singapura, Malaysia dan Thailand. Menurut dosen Fisika UR ini, proposal yang sudah disusun oleh Tim Inisiator yang diketuai Drs. Elmustian Rahman, MA akan diberikan ke komisi pendidikan senat untuk dibahas. “Pihak inisiator harus menunggu undangan sekretaris senat UR. Nanti pihak komisi pendidikan senat akan mengesahkan Tim FIB dan pihak tim inisiator diminta menjelaskan ke komisi tersebut,” jelas pria yang hobi memelihara burung perkutut ini. Pendirian FIB mendapatkan perhatian dari Mendiknas, Bambang Sudibyo dalam pembicaraan langsung dengan Rektor Universitas Riau. Pada November 2008, menteri mengusulkan Universitas Riau sebagai lembaga akademis membangun wadah yang dapat menampung keunggulan dan citra Melayu yang diharapkan dapat ditonjolkan ke tingkat dunia, yaitu budaya dan seni Melayu. Prof. Dr. Lilik Hendrajaya, mantan Rektor ITB, staf ahli Dikti, pada kesempatan evaluasi Hibah Bersaing Seni Budaya pada 15 Mei 2009 lalu, menginstruksikan agar Universitas Riau mendirikan badan akademis yang di dalamnya termasuk mengembangkan kajian Seni dan Budaya Melayu. Ketua Tim Inisiator, Drs Elmustian Rahman, MA berpendapat, pendirian FIB didasari oleh keprihatinan yang mendalam bagi Indonesia yang menggambarkan rendahnya daya saing dalam seni dan budaya Melayu, seperti terkesan dari peristiwa yang ditimbulkan oleh Malaysia, misalnya berbagai budaya dan seni Melayu Riau dianggap sebagai milik dan berasal dari Malaysia. “Masih amat terbatas para pakar, aktivis dan pelaku seni budaya Melayu, terutama untuk mengembangkan ekonomi dan industri kreatif yang sedang digalakkan oleh pemerintah, kata penyusun eksiklopedia budaya Melayu Riau ini. Sungguhpun usaha dan karya sporadis telah dilakukan, namun kenyataannya belum mampu menuntaskan tantangan dan peluanng yang begitu besar bagi merevitalisasi dan mendayagunakan budaya Melayu secara berkesinambungan dan berkelanjutan. FIB, dapat menampung dan mewadahi kegiatan yang berkaitan dengan upaya memajukan dan mengembangkan budaya dan seni Melayu. FIB untuk pemeliharaan, memajukembangkan, dan menghasilkan produksi budaya dan seni Melayu yang sekaligus menunjang berkembangnya ekonomi dan industri kreatif. FIB dianggap sangat perlu dan tepat berada di lingkungan Universitas Riau, karena lebih memenuhi berbagai persyaratan yang diperlukan dan mempunyai prospek yang cerah di masa depan. Menurut Elmustian lagi, “FIB nantinya melingkupi bidang ilmu sejarah, falsafah, seni dan sastra, maka kelangkaan para ilmuwan, pakar, peneliti dan pelaku dalam bidang kebudayaan, sejarah, falsafah, dan sastra yang profesional akan dapat diatasi,” jelas Ketua Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasyarakatan UR ini.(ad/rls)

Berita Lainnya

Index