Penderita Autis Harus Dirawat Dengan Sabar

PEKANBARU (RiauInfo) - bagi orang tua yang mempuyai anak penderita autis memang berat. Anak penderita autis seperti kurang akal. Selain tidak mampu bersosialisasi, penderita tidak dapat mengendalikan emosinya. 

Kadang tertawa terbahak, kadang marah tak terkendali. Dia sendiri tdk mampu mengendalikan dirinya sendiri dan memiliki gerakan-gerakan aneh yg selalu diulang-ulang. Pada dasarnya, penderita autis itu tidak gila ataupun penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Tetapi jika kita mampu merawatnya secara sabar dan teratur, penderita autis tidak tertutup kemungkinan untuk sembuh bahkan seperti manusia lainnya. Siapa yg tidak ingin anak Autisnya dapat hidup mandiri, dapat berkarya & berprestasi baik serta dapat diterima di masyarakat? Kunci terpenting adalah dengan terus berdoa kepada Tuhan agar anak dapat diberi kesembuhan & keluarga diberi kemampuan, kekuatan, kesabaran serta ketabahan dalam membesarkan & mendampingi si anak penderita autis. Juga agar diberi jalan terbaik dalam kehidupan ini agar dapat membantu & mendukung proses perbaikan perkembangan penderita. Berikut kisah Bina Mella dan Arfan yang putranya terkena penyakit Autis. Sejak lahir hingga umur hampir setahun, Farhan putranya yang saat ini terkena Autis terlihat biasa-biasa saja. Tingkahnya sama halnya dengan anak yang baru lahir pada umumnya. Tetapi setelah umur 1,5 tahun barulah mulai terlihat gejala-gejala ke arah itu. "Sempat tak percaya, tapi setelah diperiksa, ya mungkin inilah kehendaknya,"katanya. Walau sempat singgah rasa keterputusasaan, tetapi dengan rasa tekad yang kuat Farhan yang waktu itu masih kecil sekali tetap diwarat dan dididiknya seperti balita lainnya. Setelah besar kira-kira masuk usia delapan tahun, Farhan pun dimasukkan ke sebuah sekolah umum yang ada di Pekanbaru. Awalnya ia memang diterima walau sedikit memakan proses yang cukup panjang. Namun setelah empat bulan, akhirnya Farhan yang sudah dianggap tidak mampu menyerap dengan cepat pelajaran sekolah ditambah dengan prilaku sedikit mengganggu suasana belajar, akhirnya orang tuanya disuruh sekolah untuk menjemput anaknya karena guru sudah tidak mampu lagi mendidiknya. Dengan perasaan sedih, ia terpaksa membawa anaknya ke rumah. Saat itulah terpikir olehnya, bahwa ia tidak boleh menyerah. Berbagai cara dilakukannya dalam mendidik anaknya. Bahkan kerjaan kantornya pun sering terbengkalai karena waktu extra yang diberikkannya. "Kerjaan kantor kadang-kadang lalai, semua ini demi anak keduanya ini," paparnya tidak mau menyebutkan kantor dan alamat dimana ia bekerja. Menurutnya, kasih sayang tidak boleh kita bedakkan kepada mereka yang terkena autis. hendaklah tetap mengajarkan bagaimana hendak tidur, membersihkan kamar, mengajari mandi memberi ilmu pengetahuan yang sifatnya ringan agar mudah dicernanya. Walaupun berulang-ulang inilah peran orang tua yang tetap memberikan yang terbaik kepada anaknya, katanya. Hingga suatu hari, ia disarankan oleh tetangganya untuk membawa ke Jakarta melakukan terapi kesehatan kepada anaknya. Setelah dua tahun lamanya, Farhan dulu yang sama sekali tidak bisa diajak berkomunikasi, tapi kini telah bisa meresponnya. Bahkan, ketika bangun dari tidur kini sudah mengerti apa yang harus ia lakukan, seperti membereskan tempat tidur, mandi meski kadang-kadang masih memerlukan bimbingan. Selalin itu ada juga cerita dari Elvis dimana putranya yang bernama Arief (9 th) menderita Autis. Menurut Elvis, saat dijumpai di DPRD Provinsi Riau yang tergabung pada Forum Komunikasi Peduli Autis. Menurutnya, ini adalah sebuah kenyataan yang harus diterimanya seiklas-iklasnya. Bahkan hampir seluruh waktu yang ada ia sempatkan merawat anaknya. "Kebetulan istri saya kan kerja juga, jadi kebetulan saya ngajar di Lembaga Pendampingan Anak (LPPA) dimana kebetulan anak saya juga di situ, ya praktis selalu bersama saya. Begitu juga di rumah tetap selalu saya perhatikan. Karena perhatian kasih sayang yang kita berikan adalah obat secara perlahan untuk menyembuhkannya dari Autis," ujarnya. Ditambahkan Elvis, pernah suatu saat ia terlengah anaknya yang menderita Autis bermain di lantai dua rumahnya. Entah bagaimana ceritanya, tiba-tiba jatuh ke bawah dengan luka di kepala dan mungkin keseleo bagi kita yang normal ini. Namun bagi Arif anaknya tidak sedikit pun ada rasa sakit seperti apa yang sedang dialaminya. "Sempat heran, dengan sambil merangkulnya, barulah mengerti apa yang sedang dialami anaknya saat ini," ungkapnya kepada RiauInfo Rabu (2/08). Untuk itu Elvis dengan haru mengingatkan kepada orang tua yang anaknya terkena Autis, tetaplah menyayangi, memperlakukannya seperti anak lainnya. Bahkan yang terpenting, tetaplah berikan pendidikan setiap waktu kapan perlu membawanya ke tempat pembinaan anak yang terkena Autis. Sebelum ia mengakhiri, kepada pemerintah baik Kota Pekanbaru maupun Provinsi Riau, tetaplah memberi perhatian kepada mereka yang terkena Autis karena mereka pun juga warga, paparnya saat mengakhiri perbincangan pada hari Autis se-dunia ini. (muchtiar)
 

Berita Lainnya

Index