MASYARAKAT SIPIL INDONESIA MENGUTUK Pelecehan Polisi Terhadap Aktivis Greenpeace dan Wartawan di Riau

PEKANBARU (RiauInfo) - Greenpeace, Walhi, dan Institut Hijau Indonesia hari ini mengecam taktik intimidasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap aktivis Greenpeace, media independen dan anggota masyarakat setempat yang mendukung kamp pembela Iklim di Semenanjung Kampar di pulau Sumatra, Indonesia.
"Menyelamatkan hutan ini adalah sesuatu yang rakyat Indonesia inginkan - seperti yang ditunjukkan oleh dukungan luar biasa kepada Greenpeace yang diterima selama satu minggu terakhir. Ini merupakan masalah internasional sebagai penghancuran hutan-hutan yang merupakan penyumbang utama perubahan iklim global. Perubahan iklim berdampak pada setiap orang, "kata Nur Hidayati, Perwakilan Negara Greenpeace Asia Tenggara. "Karena itu, mengintimidasi dan menghentikan secara fisik para aktivis dan pengamat internasional dan menganiaya warga negara Indonesia adalah perilaku yang tidak dapat diterima," kata Chalid Muhammad, Direktur Institut Hijau Indonesia. "Hutan di Semenanjung Kampar telah menderita kerusakan besar di tangan perusahaan pulp dan kertas. Perusahaan-perusahaan yang bertanggung jawab atas kerusakan ini harus dipidanakan dan bukan orang-orang yang berusaha untuk menghentikan kehancuran seperti Greenpeace dan masyarakat," tambahnya lagi. Kemarin, Kepolisian Riau menahan wartawan India dan wartawan Italia bersama dengan aktivis Greenpeace dari Jerman, Belgia dan Italia, yang sedang dalam perjalanan ke kamp pembela iklim. Mereka masih ditahan oleh pihak berwenang dan ditanyai sepanjang malam. Para aktivis dan jurnalis itu sedang melakukan perjalanan bisnis dan wartawan yang valid visa sedang dalam perjalanan untuk menemui warga desa Teluk Meranti yang telah memobilisasi dukungan mereka terhadap kamp pembela iklim Greenpeace hari Minggu lalu. Pihak berwenang imigrasi telah mendeportasi sebelas aktivis Greenpeace internasional yang berpartisipasi dalam aksi langsung tanpa kekerasan di sebuah tempat di hutan dan lokasi pembukaan lahan gambut oleh PT APRIL, salah satu perusahaan pulp dan kertas terbesar di Indonesia. "Kami meminta Presiden Yudyhono untuk melangkah maju menghentikan tindakan ekstrim dan memalukan terhadap aktivis Greenpeace yang melakukan kegiatan damai mereka bersama-sama dengan masyarakat setempat untuk membantu Presiden kita yang telah mengumumkan secara international target pengurangan emisi," kata Hidayati. "Ketika perusahaan menghentikan aktivitas penghancuran hutan, dan hak-hak masyarakat setempat terjamin, Greenpeace akan meninggalkan kamp pembela iklim," tambahnya. Secara global, satu juta hektar hutan rusak setiap bulan – sama halnya dengan ukuran lapangan sepakbola setiap dua detik. Hal ini mengeluarkan banyak CO2 karena deforestasi merupakan salah satu penyebab utama perubahan iklim dan bertanggung jawab untuk sekitar seperlima dari emisi gas rumah kaca global. Sebagian besar sumber emisi adalah dari deforestasi, Indonesia merupakan terbesar ketiga di dunia iklim polusi, setelah Cina dan Amerika Serikat. Greenpeace menyerukan diakhirinya deforestasi secara global pada tahun 2020 sebagai bagian kunci dari negosiasi iklim PBB bulan Desember.(ad/rls)

Berita Lainnya

Index