Masyarakat Harus Berani Lawan Wartawan Gadungan

PEKANBARU (RiauInfo) – Akhir-akhir ini banyak oknum yang mengaku wartawan. Namun, dengan kartu identitas pers tergantung di saku kiri baju, yang bersangkutan bukannya mencari berita. Tetapi melakukan pemerasan dengan cara mengancam pihak-pihak tertentu agar memberi uang agar pihak-pihak tertentu itu tidak diberitakan.

Terkait dengan itu, Kabag Humas Pemkab Bengkalis, Johansyah Syafri mengatakan juga mendapat informasi tentang ulah tak terpuji oknum yang mengaku wartawan itu. Untuk itu, Johan meminta masyarakat untuk ’melawannya’. Caranya, melaporkan tindakan oknum yang mengaku wartawan tersebut kepada pihak kepolisian. ”Wartawan sesungguhnya itu menulis dan mempublikasikan berita di medianya. Yang bersangkutan digaji perusahaan yang menerbitkan media tempatnya bekerja. Sesuai kode etik wartawan, dengan dalih apapun wartawan beneran tidak diperbolehkan meminta sesuatu kepada nara sumber. Medianya pasti melarang. Apalagi mengancam akan memberitakan sesuatu yang dikonfirmasinya apabila tidak diberi sejumlah uang,” terang mantan wartawan salah satu mingguan di Riau ini. Masih menurut Johan, oknum yang suka meminta-minta uang seperti debit collector (penagih hutang) atau menakuti-nakuti dengan ancaman akan memberitakan, adalah wartawan gadungan (Wargad) atau wartawan tanpa suratkabar (WTS). Adapun ciri-ciri Wargad, mereka tidak memiliki media (cetak atau elektronik) untuk memublikasikan hasil liputannya. ”Mereka hanya berlagak seperti wartawan agar mendapatkan keuntungan. Suka meminta uang dan muncul di saat-saat tertentu. Misalnya menjelang tahun baru dan hari raya. Namanya juga Wargad, dalam melaksanakan profesinya, para Wargad itu tidak mendapat perlindungan hukum sebagaimana wartawan sesungguhnya,” ungkap Johan. Untuk mengetahui seorang wartawan gadungan atau bukan, saran Johan agar masyarakat meminta kartu identitas, kartu pers atau surat tugas jika berhadapan dengan seseorang yang mengaku wartawan. Wartawan sungguhan, katanya, akan sangat senang menunjukkan identitas dan kartu persnya. Namun kata Johan, masyarakat juga jangan mudah menilai seseorang adalah wartawan, hanya karena memiliki kartu pers. ”Sebab kartu pers pun bisa dibeli,” paparnya, saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (9/4). Setelah dilihat kartu pers, kartu identitas atau surat penugasannya, catat nama dan alamatnya. Kemudian hubungi nomor telepon redaksi yang ada di kartu pers, kartu identitas atau surat penugasan tersebut untuk menanyakan kepada pimpinan atau sekretaris redaksi apakah yang bersangkutan memang di wartawan media yang tersebut atau bukan. ”Hubungi nomor telepon itu di depan oknum tersebut. Tak perlu takut untuk menanyakan hal itu,” terang Johan seraya berharap organisasi wartawan dan wartawan sungguhan yang ada di Riau khususnya, dapat ikut membantu menertibkan para WTS ini. Saran ini disampaikan, karena saat baru dilantik sebagai Kabag Humas Pemkab Bengkalis, Johan sering didatangi beberapa oknum yang mengaku wartawan. Tapi ketika nomor telepon di kartu identitas itu dihubungi untuk berbicara dengan pimpinan redaksi, ternyata nomor itu nomor kediaman pribadi seseorang. Bukan alamat kantor redaksi seperti yang tertera di kartu identitasnya itu. ”Malah, ada nomor telepon yang tidak dapat dihubungi, karena nomor itu ternyata memang tidak ada atau belum tersambung. Lantaran yang bersangkutan sebelumnya tidak menduga, oknum tersebut terlihat gugup dan langsung pamit dari ruangan saya,” kata Johan, menceritakan pengalamannya, sambil tersenyum.(ad/rls)
 

Berita Lainnya

Index