Mandau dan Meranti Tak Dibahas DPR dan Pemerintah

BENGKALIS (RiauInfo) - Kepala Bagian Humas Pemkab Bengkalis Johansyah Syafri kembali menjelaskan bahwa Panitia Ad Hoc I Dewan Perwakilan Daerah (PAH I DPD) RI tetap belum dapat merekomendasikan RUU pembentukan Kabupaten Mandau dan Kepulauan Meranti untuk ditindaklanjuti pembahasannya oleh DPR RI dan Pemerintah sampai terpenuhinya persyaratan sebagaimana diatur perundang-undangan. 
Menurut Johan sikap tegas yang merupakan pengantar Pandangan dan Pendapat resmi DPD RI terhadap 11 Rancangan Undang-Undang (RUU) inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tentang Pembentukan Daerah tersebut disampaikan Ketua PAH I DPD RI, Sudharto. “Pasalnya dua calon daerah otonomi baru belum memenuhi persyaratan sebagaimana perundang-undangan yang berlaku. Karenanya, DPD belum dapat mempertimbangkan Mandau dan Kepulauan Meranti menjadi daerah otonomi baru,” ujar Sudharto. Kepada sejumlah wartawan, Selasa (6/3) kemarin, Johan mengemukakan bahwa pernyataan Sudharto itu disampaikan dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi II DPR RI. Raker yang berlangsung di gedung DPR/MPR RI Senayan Jakarta kemarin itu, tambah Johan, langsung dipimpin Ketua Komisi II DPR RI Ernst Elbert Mangindaan Mangindaan (Fraksi Partai Demokrat) didampingi Wakil Ketua Fakhruddin (Fraksi PDI Perjuangan), Sedangkan DPD hadir selain Sudharto adalah HM Kafrawi Ridwan selaku Ketua Tim Pemekaran dan dua orang anggotanya, yaitu, Mama Ibo dan Boki Nita. Agenda Raker Komisi II dengan Mendagri dan DPD RI itu, menurut Johan, memang mendengarkan Pandangan dan Pendapat DPD RI terhadap 11 RUU tentang Pembentukan Daerah Otonom Baru. Pada kesempatan itu, dalam Pandangan dan Pendapatnya, dari 11 daerah, DPD RI menilai Kabupaten Manggarai Timur (Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kabupaten Tana Tidung (Kalimantan Timur, Kota Tual (Maluku), Kabupaten Puncak (Papua), berdasarkan hasil kajian dan kunjungan kerja yang dilakukan, DPD RI merekomendasikan agar empat RUU itu ditindaklanjuti pembahasannya oleh DPR RI bersama Pemerintah RI. Sementara untuk RUU pembentukan Kabupaten Yalimo, Lanny Jaya, Memberamo Tengah dan Nduga sebagai pemekaran dari Kabupaten Jayawijaya (Prvinsi Papua), DPD RI merekomendasikan agar dilakukan pengkajian ulang dengan memperhatikan persyaratan perundang-undangan yang berlaku. Dan DPD RI juga meminta agar RUU pembentukan Kabupaten Dogiyai sebagai pemekaran dari Kabupaten Nabire (Papua) ditunda pembahsannya oleh DPR RI dan Pemerintah RI sampai DPD RI selesai melakukan pengkajiannya. Lantas bagaimana dengan Kabupaten Mandau dan Kepulauan Meranti. Menurut Johan, sama seperti dalam rapat paripurna DPD RI Kamis (1/3) lalu di Gedung DPD RI. DPD RI belum dapat merekomendasikan Mandau dan Kepulauan Meranti untuk dibahas oleh Komisi II dan Pemerintah RI. Berdasarkan keterangan yang diperoleh Johan dari Jakarta, alasannya, pertama karena dilatarbelakangi karena Kabupaten Bengkalis sebelumnya sudah dimekarkan dua kali. Yaitu melalui UU No 16/1999 tentang Pembentukan Kota Dumai dan UU No. 53/1999 tentang Pembentukan Kabupaten Rokan Hilir dan Siak. Kedua RUU tentang Kabupaten Mandau dan dan Kepulauan Meranti yang diajukan DPR RI melalui hak inisiatif juga belum memenuhi persyaratan administratif seperti diatur ketentuan perundang-undangan. Seperti Usul Bupati dan SK DPRD Kabupaten Bengkalis, Usul Gubernur SK DPRD Provinsi Riau, Peraturan Daerah (Perda) tentang Usul Daerah Otonomi Baru, SK DPRD Kabupaten tentang Penetapan Ibukota, SK DPRD Kabupaten Bengkalis tentang dukungan dana dan SK Gubernur Riau tentang Dukungan Dana. Pandangan lain mengapa DPD RI tidak menyetujui pembentukan Kabupaten Mandau dan kepulauan Meranti, adalah karena adanya penolakan dari empat anggota DPD RI asal Riau melalui surat Nor 001/DPD-RIAU/I/2007 perihal Pernyataan Sikap Terhadap Pembentukan Kabupaten Mandau dan Kepulauan Meranti. Melihat kompleksnya masalah pembentukan daerah otonomi baru, pada ksempatan itu, kata Johan, DPD RI juga mengusulkan agar penyempurnaan PP No 129/2000 secepatnya dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan UU No 32/2004. “Penyempurnaan itu juga termasuk dipikirkannya model pembentukan daerah baru melalui masa persiapan dalam kurun waktu 1-2 tahun serta mengoptimalkan dan mensinergikan peranan lembaga negara yang berdasarkan UU yang berlaku,” kata anggota DPD pemilihan Jateng itu. Menurut Wakil Ketua Komisi II DPR RI, dengan telah disampaikannya Pandangan dan pendapat DPD RI itu, secara yuridis dan konstitusional telah memenuhi ketentuan pasal 22 d ayat (2) UUD Negara RI Tahun 1945, pasal 43 ayat (1), (2) dan ayat (3) UU No 22/2003 tentang Susunan dan Kedudukan DPR dan MPR, DPD dan DPRD serta pasal 32 ayat (7) UU No 10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan pasal 137 ayat 1 a (2) tentang Peraturan Tata Tertib DPR RI. “Karena itulah Pandangan dan Pendapat DPD RI terhadap 11 RUU tentang Pembentukan Kabupaten/Kota itu sesuai Pasal 43 ayat (4) UU No 22/2003 tentang Susduk DPR dan MPR, DPD dan DPRD, akan dijadikan masukan bahan pertimabangan bagi DPR RI, dan Presiden (Pemerintah) yang diwakili Mendagri dalam pembahasan terhaedap 16 RUU tentang pembentukan kabupaten/kota sebagaimana diamanatkan pasal 20 ayat 2 UUD Negara RI 1945 yang berbunyi setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama. Mengenai sikap Pemerintah sudah jelas. Tidak menyetujui RUU tentang calon dua daerah otonomi baru tersebut. ”Penegasan ini sudah disampaikan Mendagri ketika melaksanakan Raker bersama Komisi II DPR RI, Kamis (15/1) lalu,” jelas Johan yang saat itu ikut menghadiri Raker tersebut seraya menunjukan bahan Pandang dan Pendapat DPD RI yang disampaikan Sudharto itu. Dihubungi melalui telepon genggamnya, Ketua Masyarakat Peduli Bengkalis di Jakarta, Soeryanto Bakri menilai Pandangan dan Pendapat DPD tentang Pembentukan Kabupaten Mandau dan Kepulauan Meranti sesuai aspirasi rakyat dan kondisi lapangan. “Untuk itu saya mendukung apa yang disampaikan DPD RI,” katanya.
 

Berita Lainnya

Index