LAPORAN DARI YOGYAKARTA Persoalan dalam Negeri Picu Pertikaian Indonesia-Malaysia

news7815YOGYAKARTA (RiauInfo) - Interaksi antara Indonesia dengan Malaysia saat ini semakin aktif saja, baik dalam hubungan fungsional-teknis maupun kerjasama bisnis. Namun, konflik antar-kedua negara ini juga terus berlangsung hingga saat ini. Kasus penganiyaan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) maupun perebutan batas wilayah masih terus saja bergulir. Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan, mengapa kedua bangsa serumpun ini terus bertikai, sementara keduanya juga saling membutuhkan? Persoalan inilah yang diulas oleh Prof. Dr. Mohtar Mas‘oed, Guru Besar dalam bidang Hubungan Internasional, Universitas Gadjah Mada, saat memaparkan tulisannya yang bertajuk “Kendala Politik Hubungan Indonesia-Malaysia”, dalam diskusi bulanan Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu (BKPBM), Jumat siang (19/12). Diskusi yang berlangsung di Kantor BKPBM ini dibuka dengan sambutan dari Pemimpin Redaksi RajaAliHaji.com, Ahmad Salehudin, MA., yang mewakili Pendiri dan Pemangku BKPBM, Mahyudin Al Mudra, SH., MM., yang berhalangan hadir karena sedang memenuhi undangan dari Gubernur Provinsi Kepulauan Riau. Dalam sambutannya, Ahmad menuturkan bahwa diskusi kali ini penting untuk memperkuat kajian mengenai relasi dua bangsa serumpun. Setelah itu, diskusi dimulai dengan dimoderatori oleh Lukman Solihin, S.Ant., Pemimpin Redaksi WisataMelayu.com. Mohtar Mas‘oed memaparkan bahwa sebagian besar pertikaian antara Indonesia dengan Malaysia lebih banyak dikarenakan permasalahan politik dalam negeri Indonesia yang mempengaruhi sikap politik luar negerinya. “Kesulitan dalam negeri, dapat menimbulkan politisasi yang berlebihan, sehingga seringkali berpengaruh pada sikap politik luar negeri Indonesia,” tutur Mohtar. “Selain itu, persepsi yang salah mengenai masing-masing pihak, adanya rasa tidak saling percaya, penyelesaian yang tidak tuntas, dan sikap saling meremehkan juga menjadi faktor-faktor munculnya konflik di antara kedua negara ini,” tambah penulis buku Ekonomi Politik Internasional dan Pembangunan ini. Mohtar juga memaparkan bahwa untuk menyikapi hubungan yang sarat dengan konflik ini dapat dilakukan melalui beberapa cara. Di antaranya dengan menghindari dominasi “Realisme Politik” dalam politik luar negeri, menumbuhkan perasaan solidaritas yang tidak berdasarkan perhitungan untung rugi yang ketat, memunculkan rasa setia kawan, dan juga Indonesia sendiri perlu mengurangi tingkat politisasi isu-isu yang dapat memicu konflik. “Di sisi lain, Malaysia juga dapat membantu, dengan cara menghindari isu yang bisa menjadi sumber konflik antara kedua negara,” tambah Mohtar. Paparan tersebut kemudian ditanggapi dengan pertanyaan dari peserta diskusi. “Malaysia sendiri juga memiliki permasalahan politik saat ini, seperti supremasi Melayu yang belakangan ini kerap digugat dan juga permasalahan minimnya penggunaan bahasa Melayu. Jika seperti itu, bagaimana mungkin Malaysia bisa membantu Indonesia? Karena keduanya juga sama-sama memiliki persoalan dalam negeri?” tanya Nursaed Ali Rido, M.A., Pemimpin Redaksi MelayuOnline.com. Menanggapi pertanyaan tersebut, Mohtar Mas‘oed kemudian menekankan bahwa bantuan yang ia maksud adalah tidak menambahkan perkara baru ke Indonesia. “Malaysia sebenarnya bisa membantu dengan menahan diri untuk tidak terlalu agresif,” papar Mohtar. Di akhir diskusi, Mohtar menegaskan bahwa hubungan Indonesia dan Malaysia ibarat pepatah, air yang dicencang tak ‘kan putus. “Karena itu, perlu upaya untuk saling mengerti persoalan masing-masing negara,” pungkasnya.(ad/rls)
   

Berita Lainnya

Index