Komnas HAM Audensi dengan Pemkab Bengkalis

news4518PEKANBARU (RiauInfo) - Karena diduga adanya pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM) oleh Pemkab Bengkalis dalam menangani konflik jaring batu, Rabu (2/4) Kominisi Nasional (Komnas) HAM RI kemarin melakukan pertemuan dengan Pemkab Bengkalis. Audensi yang dilakukan di ruangan Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab) Bengkalis itu dipimpin langsung Sekdakab Bengkalis H Sulaiman Zakaria dan dihadiri oleh jajaran terkait seperti Asisten II Setdakab Zakaria Yusuf dan Kabag Hukum Setdakab Maryansyah Oemar. Kemudian, Kepala Badan Kesbang Infokom dan Linmas Mukhlis, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanlut) Tarmizi Mahmud, Kabid Pengembangan Kelautan Diskanlut Herman Mahmud, Kasi Perizinan Diskanlut R Zamri, Kakansatpol PP Bengkalis Rozali Saidun, dan Kapolres Bengkalis diwakili Nur Asryad Siregar bersama jajaran, serta Kejari Bengkalis dan Pengadilan Negeri Bengkalis. Sedangkan dari Sub Komisi Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM berjumlah tiga orang yang dikoordinir oleh Mimin. Di awal pertemuan yang berlangsung penuh kekeluargaan itu Sulaiman mengatakan bahwa dalam penanganan konflik jaring batu, Pemkab Bengkalis sudah berupaya semaksimal mungkin. Sejumlah prosedur telah dilakukan, tapi memang hasilnya belum bisa memuaskan kedua belah pihak. Untuk itu, diharapkan kehadiran tim dari Komnas HAM RI bisa membantu mencarikan solusi yang terbaik. Koordinator tim dari Komnas HAM RI, Mimin menjelaskan bahwa maksud kedatangan mereka adalah untuk mengumpulkan data dan informasi terkait pengaduan dari kelompok Nelayan Solidaritas Nelayan Kecamatan Bantan (SNKB) yang menilai Pemkab Bengkalis telah melakukan pelanggaran HAM pada peristiwa konflik sumberdaya perikanan. Yaitu konflik antara nelayan jaring tradisional dan nelayan jaring batu. Sejauh ini, kata Mimin, informasi yang mereka terima baru bersifat sepihak yaitu dari pelapor, diantaranya tentang belum optimalnya pelaksanaan Pergubri No. 17 tahun 2006 tentang Pelarangan Penggunaan Jaring Dasar (Jaring Batu), masih dikeluarkannya izin operasi untuk 60 kapal jaring batu dan sejumlah kegiatan lainnya yang merugikan nelayan tradisional. Selain mengumpulkan informasi dari Pemkab Bengkalis, Mimin mengatakan, Komnas HAM juga akan mengumpulkan informasi dari nelayan jaring batu, dari Pemprov Riau, dan Ditjen Perikanan Tangkap di Jakarta. "Tugas kami hanya mengumpulkan data dan informasi.Tidak lebih dari itu. Sedangkan untuk menyimpulkan benar tidaknya dugaan pelanggaran HAM itu bukan tugas kami," jelas Mimin. Penjelasan panjang lebar tentang konflik jaring batu disampaikan oleh Tarmizi. Pada pemaparan yang mempergunakan slide tersebut, Tarmizi menjelaskan secara rinci mulai dari definisi jaring batu dan pancing rawai. Intinya, menurut Tarmizi, tidak ada satu aturan pun yang melarang beroperasinya jaring batu. Namun, demi untuk mengurangi konflik yang terjadi, dan seiring dengan kewenangan diera otonomi, sejumlah aturan telah dibuat seperti Keputusan Bupati Nomor 52 Tahun 2003 tentang pelarangan beroperasinya jaring dasar (Bottom Gill Net) jenis jaring batu di wilayah perairan 0-4 mil. Selanjutnya, upaya lainnya juga telah ditempuh seperti tidak lagi mengeluarkan izin usaha perikanan (IUP) khusus untuk jaring dasar (Bottom Gill Net) jenis jaring batu, melakukan patroli gabungan, terbitnya Pergubri Nomor 17 Tahun 2006 tentang pelarangan sementara penggunaan alat tangkap jenis jaring batu di wilayah perairan Tanjung Jati (Kecamatan Bengkalis) sampai Tanjung Sekodi (Kecamatan Bantan), dan mengalokasikan dana untuk pemberdayaan nelayan jaring batu dari APBD Kabupaten Bengkalis TA. 2006 dan 2007 sebesar Rp 4 milyar. "Kajian terhadap teknis alat tangkap jaring dasar jenis jaring batu juga telah dilakukan oleh Ditjen Perikanan Tangkap, Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan Semarang Tahun 2007, dan Balitbangda Kabupaten Bengkalis Tahun 2007," ujar Tarmizi seraya mengatakan awalnya dana Rp 4 milyar itu diperuntukan bagi nelayan pancing rawai untuk memodernisasi alat tangkap. "Tapi mereka tidak mau," tegas Tarmizi. Dalam kesempatan itu, Herman Mahmud menambahkan, terkait dengan keluarnya izin terhadap 60 kapal nelayan jaring dasar, pihaknya memang membenarkan. Namun, Herman menggarisbawahi bahwa tidak semua izin operasi jaring dasar yang tidak dikeluarkan, melainkan hanya izin operasi jaring batu. "Jaring dasar itu banyak jenisnya, dan yang tidak kita keluarkan izinnya itu hanya jaring dasar jenis jaring batu. Kalau semuanya kita larang, berarti hak mereka kita langgar," jelasnya. Terkait dengan belum optimalnya implementasi Pergubri Nomor 17 Tahun 2006, baik Tarmizi maupun Herman menjelaskan kalau pihaknya bersama dengan aparat terkait lainnya sudah berusaha semaksimal mungkin melakukan patroli. Namun, diakui patroli tersebut tidak bisa dilakukan selama 24 jam, dan tidak bisa juga dilakukan setiap hari selama satu bulan. Dilaporkan Kabag Humas Pemkab Bengkalis, Johansyah Syafri, usai mengadakan pertemuan dengan jajaran Pemkab Bengkalis, rombongan dari Komnas HAM itu, mengadakan pertemuan dengan jajaran Polres Bengkalis di Mapolres jalan Pertanian Bengkalis. Namun Johan mengatakan tidak mengetahui isi pertemuan itu. Bukan itu saja, menurut Johan, Pemkab Bengkalis juga menawarkan agar rombongan Komnas HAM juga dapat melakukan pertemuan dengan para nelayan jaring batu di Kecamatan Rangsang Barat. Namun, karena sesuatu dan lain hal mereka tidak dapat memenuhi tawaran itu. "Tujuan kita agar informasi yang mereka terima berimbang. Makanya mereka kita tawarkan juga untuk dapat bertemu nelayan jaring batu. Namun karena alasan ada agenda pertemuan dengan Kepala Hukum Pemprov Riau, mereka belum dapat berkunjung ke Rangsang Barat," terang Johan.(ad/rls)

Berita Lainnya

Index