Kembalikan Fungsi TNTN, Gubri Gelar Rapat Revitalisasi Sekejen KLHK

RiauInfo - Melihat kondisi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) yang sampai saat ini fungsinya semakin memperihatinkan, Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman menggelar rapat bersama Tim Revitalisasi TNTN, rapat tersebut digelar di ruang rapat Kenanga kantor Gubernur Riau Pekanbaru, Selasa (7/2/2016). Rapat yang dipimpin Gubernur Riau, dihadiri oleh Sekjen Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) Bambang Hendroyono, yang juga menjabat sebagai ketua Tim Revitalisasi TNTN (pusat), Kapolda Riau Irjend.Pol Zulkarnaen, Kepala BPN Lukman Hakim, Perwakilan Korem 031, Perwakilan dari Kejaksaan Tinggi Riau, Tim Revitalisasi operasonal daerah yang terdiri dari Forkompimda, BBKSDA Riau, Dinas Kehutanan Riau, Universitas Riau, Universitas Lancang Kuning serta beberapa LSM. Sekjen KLHK Bambang Hendroyono pada rapat tersebut mengatakan, tim telah melaksanakan komunikasi publik serta melakukan Indentifikasi dan inventarisasi kondisi TNTN dengan baik. "Ada prioritas pekerjaan yang dilakukan oleh tim dengan melibatkan jajaran pemerintah provinsi, TNI Polri dan stake holder lainya, dari data-data yang dikumpulkan akan dapat dijadikan pelaksanaan penegakan hukum," kata Bambang. Bambang berharap tim revitalisasi ekosistem TNTN oprasionalisasi pekerjaannya dapat berkolaborasi dengan tim oprasional di Riau dan TNTN akan menjadi model kasus-kasus yang juga terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Luas TNTN 81,793 hektar berada di tiga kabupaten yaitu kabupaten Pelalawan, Kampar dan Kuantan Singingi, memiliki berbagai macam Flora Fauna diantaranya Gajah Sumatera (Elephas maximus Sumateranus), Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatra), Tapir, Owa Ungko, Beruan madu, burung Rangkong, Babi hutan, dan memiliki 360 jenis flora diantaranya 82 jenis tanaman obat, 114 jenis burung, 50 jenis ikan,33 jenis herpetofauna, dan 644 jenis kembang. Secara ekosistem TNTN dikelilingi hutan produksi, dan di daerah tersebut masih terjadi persoalan perambahan, kebakaran lahan, pembukaan lahan perkebunan sawit dan pemukiman. "Yang terjadi di TNTN harus ada solusi kedepan. Hal ini dilakukan untuk memberikan rekomendasi kepada Menteri Kehutanan dan lingkungan hidup," ujar Bambang Hendroyono. "TNTN bisa dipulihkan kembali ke fungsinya sebagai Taman Nasional, selain pemulihan kami berharap karhutla dan pembalakan liar tidak terjadi, serta pemenuhan hak-hak konstitusional masyarakat termasuk meningkatkan kesejahteraannya, serta memulihkan fungsi taman nasional dari pengerusakan yang lebih besar dan mewujudkan kepastian usaha yang berbasis hutan-lahan termasuk harmonisasi hubungan usaha besar dan kecil," katanya lagi. Gubernur Riau Arsyadliandi Rachman pada kesempatan ini juga menyampaikan kesiapannya mendukung penuh yang dilakukan oleh tim Revitalisasi TNTN, dan menekankan kepada tim yang ada didaerah dapat bersinergi dengan tim Revitalisasi pusat agar Taman Nasional Tesso Nilo dapat dikembalikan sebagai Funsinya. "Kami bersama-sama stakeholder terkait akan siap mendukung penuh tim Revitalisasi TNTN, hal ini dilakukan untuk menyelamatkan sumberdaya alam di Riau khususnya di TNTN. Jangan sampai ada lagi pembalakan, pembakaran dan pembukaan lahan illegal. Kita harus bersenergi jangan sampai terjadi konflik," ungkap orang nomor satu di Riau Andi Rachman. Dari data yang dipaparkan oleh anggota dan penghubung tim Revitalisasi TNTN, Profesor Hariadi Kartodiharjo, luas kawasan Ekosistem Tesso Nilo 916.343 Ha. Luas  area TNTN 81.793 Ha,  yang telah dirambah seluas 44,544 ha atau 54 persen. Di bekas PT HSL seluas 45.990 Ha dan bekas area PT SRT seluas 38.560Ha, yang telah dirambah seluas 55.834Ha (66 persen). HTI 13 perusahaan luasnya sekitar 750.000 Ha, di 9 perusahaan terjadi klaim lahan, HGU kelapa sawit terdapat 11 perusahaan seluas 70.193, 15.808 (23 persen), di dalam kawasan hutan, dan terdapat pemukiman yang terdiri dari 23 desa, dan 4 desa berbatasan langsung. Profesor Hariadi juga menyebutkan Uregensi, terkait kondisi Riau dalam upaya Gerakan nasional penyelamatan sumber daya alam (GNSPDA) bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat pada sektor kehutanan dari hasil kajian KPK menunjukan seringkali terjadinya konflik yang terjadi di kawasan hutan dan sering terjadinya ketidakjelasan status hukum. Dari 474 perusahaan perkebunan di Riau 127 di antaranya tak berizin. Lokasi usaha di luar izin 1,8 Ha yang berizin dan membayar pajak hanya sepertiganya. "Tujuan kegiatan revitalisasi ini adalah Pemulihan Ekosistem yang akan dilaksanakan pada zona II dan IV melaui rehabilitasi, melakukan pemberdayaan masyarakat di zona I dan III melalui pengembangan budidaya Lebah madu, dan selanjutnya melakukan penegakan hukum," ungkap Hariadi. Tim Revitalisasi juga melakukan rehabilitasi melalui pola kerjasama dengan masyarakat, luasan wilayah 200Ha secara bertahap, jenis tanaman jengkol, Pete, Pulai, Durian, dan Cempedak, melaui sumber dana APBN dan Mitra. Melakukan pengosongan secara bertahap pemukiman dan kebun yang berada dalam kawasan TNTN, pemindahan ke lokasi bekas lahan hutan produksi PT HSL dan PT SRT. Selain melakukan Rehabilitasi tim Revitalisasi juga melaksanakan penegakan hukum (Gakkum) melalui cara diskusi intensif dengan unsur adat dan tokoh masyarakat terkait penerapan penegakan hukum yang dilakukan oleh tim operasional yang diantaranya, KLHK, Mabes Polri, Panglima TNI, Pemda membentuk satuan tugas khusus Gakkum, KLHK memberikan ultimatum bagi pemodal pengusaha kelapa sawit di wilayah TNTN dan bagi perambah agar segera meninggalkan lokasi perambahan di TNTN, KLHK melakukan Gakkum bagi pelaku yang memperjual belikan lahan di lokasi perambahan, dan KLHK akan menangkap alat berat serta alat lainya yang digunakan oleh pemodal-pengusaha sawit di TNTN yang berupaya melakukan penebangan hutan alam dan mengembangkan perkebunan sawit. Berikut beberapa kejadian penting tahun 2009-2015 di TNTN menurut data dari tim Revitalisasi yaitu, Pembakaran mobil patroli balai TNTN di resort air hitan (2009), Penolakan kegiatan RHL di Bukit Kusuma di Kuala Renangan (2012), Penghadangan/penolakan tim RPTN Teso Nilo di resort Situgal (2012), penolakan pembuatan kantor resort di daerah simpang silau, Resort Air Hitam (2012), Penghadangan oleh masyarakat Dolik terkait evakuasi alat berat yang diduga digunakan untuk pembukaan lahan (2013). Selanjutnya Penghadangan oknum masyarakat air hitam pada saat evakuasi alat berat didalam kawasan (2013), Penghadangan masyarakat Toro Jaya terkait penangkapan oknum pembeli lahan di resort Onangan (2013), Demo penolakan masyarakat km 93 terkait operasi terpadu/pembuatan parit batas (2013), Demo di kantor Bupati (2013), Penolakan masyarakat terhadap kegiatan updating kawasan TNTN (2013), Demo masyarakat Desa Kusuma terkait penolakan TBS oleh PKS (2014), dan yang terakhir penyandraan petugas Balai TNTN di Bukit Kusuma pada tahu 2015.(hru/hms)   [gallery columns="2" ids="43570,43569"]

Berita Lainnya

Index