“Kita baru mendatangi KPK agar segera menyelesaikan kasus korupsi kehutanan, termasuk kasus korupsi mantan bupati Pelelawan. Itu kan ada tiga tersangka, kita minta segera diproses dan jangan tebang pilih,” kata Emerson di Jakarta belum lama ini di Jakarta.
Menurut Emerson, harusnya KPK memproses tiga tersangka mantan Kadishut Riau, bukan didiamkan selama setahun. Sebab, dampak ditimbulkan dari kasus penerbitan izin IUUPKHT yang juga menyebabkan terjadinya pembalakan liar telah menimbulkan kerugian Negara yang cukup besar. “Harusnya mereka diproses, karena kerugian Negara dalam kasus ini cukup besar,” katanya.
Emerson menduga, belum diprosesnya ketiga tersangka itu terkait perseteruan antara KPK dan Polri (cicak versus buaya). Sehingga menyebabkan, penuntasan kasus tersebut terabaikan untuk sementara waktu karena masih terfokus dalam kasus kriminilasasi pimpinan KPK.
Namun, ICW kata Emerson, berharap dengan tuntasnya kasus kriminilisasi pimpinan KPK, diharapkan mereka dapat segera diproses. “Konteks cicak dan buaya sudah selesai. Bibit (Bibit Samad Rianto) dan Chandra (Chandra M Hamzah) sudah kembali ke KPK. Saya berharap harus cepat diproses, bukan ditahan terus kasusnya. Pokoknya jangan terlalu lama,” tegas Emerson.
Dalam dakwaan KPK, Azmun didakwa telah menerbitkan IUPHHK-HT kepada 15 perusahaan secara melawan hukum karena menyimpang dari Kpts Menhut No. 10.1/Kpts-II/2000 dan Kpts Menhut No. 21/Kpts-II/2001, sehingga dianggap merugikan Negara sebesar Rp1,206 triliun.
Menurut kuasa hukum Azmun, Maqdir Ismail, Azmun tidak merugikan negara sebesar Rp1,2 triliun dan tak menerima aliran gratifikasi.
“Tidak benar Azmun menghilangkan kerugian negara Rp1.,2 triliun. Klien saya tak pernah menerima aliran uang. Kalau dikatakan korupsi dengan siapa? Begitupun kalau dikatakan gratifikasi dari siapa? Sudah dua tahun kasus ini, tapi tidak ada perkembangannya. Padahal secara nyata dikatakan secara bersama-sama melakukan korupsi. Tapi kenapa cuma saya sendirian yang ditahan.. KPK tak fair, tebang pilih, “ ujarnya.
Maqdir menyatakan penerbitan IUPHHK-HT itu merupakan kewenangannya sebagai Bupati, sebagaimana diatur melalui Kpts Menhut No. 10.1/Kpts-II/2000 dan Kpts Menhut No. 21/Kpts-II/2001. “Azmun menerbitkan IUPHHK-HT, atas dasar kewenangan yang ada, dalam rangka pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenangnya sebagai Bupati sebagaimana diatur dalam Kpts Menhut No. 10.1/Kpts-II/2000, “ ujarnya.
Hingga saat ini tak satu perizinan pun yang ditolak atau direkomendasi untuk dibatalkan oleh Departemen Kehutanan. Sebagian besar dari izin yang dianggap bermasalah tersebut, telah diterbitkan Kepmenhut tentang pembaharuan IUPHHK-HT, sebagian lagi masih dalam proses di Dephut.
Setelah proses verifikasi, dengan diterbitkannya SK pembaharuan oleh Menhut, maka segala sesuatu menyangkut IUPHHK-HT yang diterbitkan oleh Bupati Pelalawan telah beralih menjadi tanggungjawab Dephut. “Hal ini tercantum jelas dalam Diktum ke-12 dan ke-13 keputusan pembaharuan tersebut. Delapan dari 15 perizinan yang dianggap bermasalah tersebut telah selesai diverifikasi. Saya yakin selebihnya akan menyusul, “ ujarnya.
Azmun juga mempertanyakan pihak lain yang jelas memperoleh keuntungan dari penebangan hutan yang mencapai Rp1,2triliun itu, sampai sekarang tidak diproses apapun, dan tetap beroperasi seperti biasa dengan memanfaatkan izin yang dianggap bermasalah tersebut.
Yang lebih ironis lagi kata Azmun adalah sampai sekarang IUPHHK-HT, yang diterbitkannya masih dipergunakan oleh pemegang IUPHHK-HT, sampai puluhan tahun ke depan, tidak pernah dicabut. “Padahal klien saya dihukum bersalah dalam menerbitkan IUPHHK-HT tersebut, “ katanya.
Azmun kata kuasa hukumnya juga mempertanyakan besarnya uang pengganti sebesar Rp12.367.780.000 yang semuanya dibebankan kepada dirinya, sekalipun tak pernah secara dia menerimanya. Tetapi didasarkan semua uang yang dikeluarkan oleh perusahaan dan keterangan para saksi yang menyelamatkan diri dan melempar tanggungjawab atas uang yang diterimanya.
“Seolah-olah semua penerimaan dan pemanfaatan uang tersebut dilakukan atas perintah saya. Padahal di dalam BAP, masing-masing saksi, fakta persidangan dan hasil verifikasi akuntan publik Burhan Phili dan Hasrizal, jumlah uang saya terima hanya sebesar Rp.3.239.000.000, “ ujarnya.
Atas kasus yang menimpanya ini, Azmun mengaku telah habis-habisan. Selain masa depan yang habis, karena status PNS-nya dicopot, sanksi sosial pun melekat sebagai seorang koruptor. “Secara pribadi jabatan klien saya sudah habis, keluarga sudah ikut kena sanksi sosial, “ katanya.(rls)
ICW: KPK Jangan Tebang Pilih Kasus Azmun
Kiki
Kamis, 24 Desember 2009 - 06:32:57 WIB
Pilihan Redaksi
IndexKepala BNPB Pimpin Rakor Penanganan Erupsi Gunung Ruang
Setelah Lebaran, PWI Pusat Kembali Gelar UKW Gratis se-Indonesia
Wow, Tiga Gubernur Riau Pada Masanya Hadir pada Buka Puasa Bersama PWI Riau
Pj Gubri SF Hariyanto Sambut Antusias Riau Tuan Rumah HPN 2025
Tulis Komentar
IndexBerita Lainnya
Index Umum
Semangat Juang di Ladang Minyak PHR, Merayakan Idulfitri dengan Dedikasi untuk Negeri
Sabtu, 06 April 2024 - 19:53:28 Wib Umum
Setelah Lebaran, PWI Pusat Kembali Gelar UKW Gratis se-Indonesia
Rabu, 03 April 2024 - 23:05:44 Wib Umum
Wow, Tiga Gubernur Riau Pada Masanya Hadir pada Buka Puasa Bersama PWI Riau
Selasa, 02 April 2024 - 23:03:12 Wib Umum