HAKI Bukan Cara Paling Baik untuk Preservasi dan Proteksi

SOLO (RiauInfo) - Pukul 05.30 WIB, lima kru MelayuOnline.com (Mahyudin Al Mudra S.H., M.M., Naina Sinaro, S.ST.Par., Hadi Kurniawan, S.H.I., Ali Rido, M.A., dan Ahmad Salehudin, M.A.) meluncur ke Solo untuk menghadiri workshop internasional “Safeguarding for Intangible Cultural Heritage”.

Suasana pagi yang begitu dingin seolah-olah semakin meneguhkan semangat MelayuOnline.com untuk semakin cepat memacu mobil ke Kota Solo. “Warisan nenek moyang yang tak berbentuk benda harus dan harus kita lestarikan. Melalui warisan-warisan tersebut, kita dapat menyerap berbagai macam pengetahuan untuk bekal membangun kehidupan yang lebih humanis,” ungkap Pemangku Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu yang juga Pemimpin Umum MelayuOnline.com Mahyudin Al Mudra, S.H., M.M., ketika para kru berada di salah satu rumah makan di kawasan Museum Radya Pustaka, Solo. Setelah sarapan pagi, sekitar pukul 08.30 WIB MelayuOnline.com segera meluncur ke Hotel Sahid Raya Solo, tempat berlangsungnya acara. Pukul 09.46 WIB, acara yang dihadiri oleh perwakilan UNESCO, perwakilan Malaysia, Singapura, dan para praktisi kebudayaan dari seluruh Indonesia. Workshop secara resmi dibuka oleh Deputi Sekretaris Wakil Presiden Republik Indonesia, V. Henry Soelistyo Budi, S.H., L.L.M. Dalam sambutannya, Henry mengatakan bahwa keberadaan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) cukup strategis sebagai sarana untuk melestarikan cultural heritage, asalkan HAKI dimaknai sebagai pengakuan, penghormatan, dan perlindungan. Dengannya, cultural heritage akan menjadi modal bersama untuk membangun peradaban yang lebih baik. Namun, Henry buru-buru mengingatkan bahwa HAKI bukan cara paling baik untuk preservasi dan proteksi cultural heritage. “Yang terpenting adalah bagaimana melakukan revitalisasi terhadap warisan budaya tersebut. Oleh karenanya, workshop ini harus dimaknai sebagai cara untuk melakukan preservasi starategis,” ungkapnya menutup sambutan.(ad/rls)

Berita Lainnya

Index