Greenpeace Merespon Pernyataan UNILEVER

JAKARTA (RiauInfo) - Greenpeace hari ini menyambut keputusan Unilever untuk memberlakukan moratorium kerusakan hutan di Indonesia serta menegaskan bahwa sikap baru ini seharusnya dapat mendorong pemerintah Indonesia untuk segera mengambil tindakan yang lebih agresif untuk menghentikan deforestasi dimulai dengan memberlakukan moratorium pembalakan dan konversi hutan.

Dalam pidatonya kemarin di London, Presiden Direktur Unilever Patrick Cescau mendukung seruan Greenpeace untuk menghentikan kerusakan hutan dan lahan gambut Indonesia demi minyak kelapa sawit. Beliau juga berjanji bahwa pada tahun 2015 seluruh pasokan minyak kelapa sawit Unilever akan dihasilkan dari proses yang berkelanjutan. Kendati demikian kelompok lingkungan hidup ini mengingatkan bahwa tanpa adanya penghentikan deforestasi, upaya Unilever untuk memastikan pasokan minyak kelapa sawitnya aman bagi hutan akan terancam gagal. Keputusan ini diambil sebagai tanggapan atas kampanye Greenpeace yang mengungkapkan bagaimana pemasok minyak kelapa sawit Unilever secara aktif melakukan pembukaan lahan pada hutan dan lahan gambut di Indonesia serta menghancurkan habitat orang utan dalam prosesnya. Penghancuran hutan dan lahan gambut Indonesia menyumbang pada emisi gas rumah kaca global. Greenpeace menyerukan moratorium konversi hutan dan pengeringan lahan gambut demi perluasan perkebunan kelapa sawit di Indonesia, Malaysia, Papua Nugini dan Kepulauan Solomon. ”Pemasok Unilever seperti Sinar Mas, ADM-Kuok Wilmar serta IOI (1) harus memperhatikan signal kuat dari salah satu pengguna utama minyak kelapa sawit dunia serta mengentikan penghancuran hutan dan lahan gambut serta iklim demi perluasan lahan perkebunan kelapa sawit. Sudah jelas bahwa tekanan ke arah tersebut akan meningkat seiring dengan banyaknya perusahaan yang mendukung seruan untuk memberlakukan moratorium deforeatasi,” ujar Arief Wicaksono, penasihat politik Greenpeace Asia Tenggara. Berdasarkan data ijin konversi lahan untuk perkebunan dan penggunaan pertanian lainnya, Indonesia sudah menghancurkan lebih dari 28 juta hektar hutan sejak tahun 1990. Sembilan juta hektar di antaranya merupakan pengalihan lahan untuk perkebunan kelapa sawit atau hutan tanaman industri (2). Industri di Indonesia berencana memperluas hingga 20 juta hektar lagi, dan sebagian besar menargetkan hutan dan lahan gambut. Wicaksono melanjutkan: “Melihat data statistik yang ada penghancuran hutan demi minyak kelapa sawit lebih lanjut jelas tidak perlu terjadi. Greenpeace tidak ingin menyerukan dihentikannya kegiatan sektor kelapa sawit tetapi menyerukan agar sektor tersebut berhenti merusak hutan, lahan gambut serta iklim demi pengembangan kelapa sawit. Kami menyerukan industri kelapa sawit serta pemerintah Indonesia agar segera memberlakukan moratorium deforestasi.” Greenpeace juga menyerukan perusahaan besar pengguna minyak kelapa sawit lainnya serta anggota inisiatif dunia bagi sawit berkelanjutan atau Roundtable on Sustainable Palm Oil (termasuk Procter & Gamble, Kraft, dan Nestle) untuk bergabung dengan Unilever dan segera menyetujui penghancuran hutan yang sedang berlangsung. Minggu lalu para sukarelawan Greenpeace memasuki kantor pusat Unilever di seluruh Eropa menggunakan pakaian orang utan untuk menyorot peran perusahaan ini dalam penghancuran hutan demi minyak kelapa sawit.(ad/rls)

Berita Lainnya

Index