Greenpeace Desak Obama dan SBY Membuat Sejarah

JAKARTA (RiauInfo) - Greenpeace hari ini memulai perjalanan luar biasa 15 hari dengan lima gajah, untuk mendesak para pemimpin dunia terutama Presiden Amerika Serikat Barrack Obama dan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengambil tonggak kepemimpinan dan melakukan langkah nyata untuk menghindari petaka iklim.
Aksi yang bertajuk Chang (e) Caravan ini, diluncurkan dalam sebuah upacara meriah di kawasan Taman Nasional Khao Yai, Thailand, yang selain masuk dalam kawasan Warisan Dunia UNESCO juga merupakan salah satu tempat perlindungan terakhir gajah Asia. Gajah (Chang dalam bahasa Thailand) di Asia saat ini menghadapi ancaman besar kepunahan karena hutan mereka makin lama makin habis. "Asia Tenggara adalah kawasa yang paling rentan tetapi paling tidak siap menghadapi dampak perubahan iklim. Gajah Asia, bersama hampir 20 persen keanekaragaman hayati di dunia yang ada di kawasan Asia Tenggara saat ini sangat terancam oleh laju cepat deforestasi yang berakibat memperbesar dampak perubahan iklim," ujar Von Hernandez, Direktur Eksekutif Greenpeace Asia Tenggara. "Sayangnya meski ilmu pengetahuan dan pertanda telah secara jelas menunjukkan ini, para pemimpin dunia belum bereaksi apa-apa -bahkan sepertinya tidak berniat-untuk melakukan sesuatu. Ini saatnya Presiden Obama untuk mengambil alih tanggung jawab dan mewujudkan perubahan yang telah ia janjikan. Ia punya kesempatan kedua untuk membuat sejarah lagi. Dan kesempatan itu bisa terjadi di ajang United Nations General Assembly di New York, 22 September mendatang," imbuh Von. Chang Caravan, perjalanan rakyat untuk perubahan, dipimpin oleh gajah-gajah yang selama ini direhabilitasi oleh Yayasan Penelitian dan Konservasi Gajah Thailand (TERF), adalah inisiatif TckTckTck yang melibatkan banyak organisasi nasional dan global yang bersatu untuk mewujudkan satu tujuan: menggalang rakyat sipil dan membentuk opini publik, demi mendukung perubahan dan aksi segera dalam menyelamatkan planet bumi dari dampak berbahaya perubahan iklim. Perjalanan 15 hari ini akan melintasi pusat daratan Thailand, mulai dari Taman Nasional Khao Yai menuju Bangkok. Saat rombongan tiba, Bangkok akan menjadi tuan rumah pertemuan penting pra Konvensi PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) jelang pertemuan sebenarnya di Kopenhagen Desember mendatang. "Waktu semakin habis. Perjanjian iklim yang kuat tidak hanya akan menangkal dampak berbahaya perubahan iklim - tetapi juga akan membantu kita mengatasi masalah-masalah besar dunia-keamanan energi, ketahanan pangan, keamanan air dan melindungi keanekaragaman hayati," tegas Joko Arif, Jurukampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara dari Indonesia yang mengikuti aksi di Thailand ini. "Gajah adalah spesies kunci yang membantu menjaga ekosistem di habitat mereka. Melindungi gajah caranya melindungi rumah mereka di hutan, juga berarti melindungi keseluruhan ekosistem dimana umat manusia juga bergantung padanya. Negara berkembang membutuhkan bantuan dari negara maju untuk menghentikan deforestasi. Meski demikian, pemerintah negara berkembang juga harus menegakkan hukum demi melindungi gajah dan hutan," ujar Alongkot Chukaew, Direktur Eksekutif TERF. Partner lain dalam perjalanan idealis ini antara lain Wild Animal Rescue Foundation Thailand, General Chatchai Choonhavan Foundation, Agri-Nature Foundation, Self-sufficiency Economy institute Universitas Rajabhat Rajanagarindra University, dan Ancient Siam. Hasil penelitian ilmiah terakhir menyatakan bahwa bencana akibat perubahan iklim bisa ditangkal dengan mengurangi emisi gas rumah kaca global pada 2015 demi mempertahankan temperatur global di bawah dua derajat selsius. Greenpeace mendesak negara maju untuk setuju mengurangi emisi mereka hingga 40 persen dari tingkat emisi 1990, pada 2020 mendatang.(ad/rls)

Berita Lainnya

Index