Jakarta (RiauInfo) – Yayasan Suluh Nuswantara Bakti (YSNB) yang dibina pengusaha dan politisi Pontjo Sutowo kembali menggelar Diskusi Panel Serial ke-9 bertema “Referensi Global”.di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta Selatan, Sabtu lalu. Dalam diskusi serial kali ini, hadir sebagai pembicara Dr. Diah Madubrangti dan Prof. Dr. Jenny Hardjatno. Sementara di kalangan peserta tampak sejumlah pakar sejarah kebudayaan dan cendekiawan, diantaranya Prof Dr Hasyim Djalal
Prof Dr Jenny Hardjatno mengatakan saat ini, muncul kegalauan budaya dari sebab tidak adanya keseimbangan kemampuan masyarakat kita dalam memilah unsur-unsur kebudayaan yang akan diinternalisasikan. Berbeda dengan masa lalu proses internalisasi kultural berlangsung secara gradual dan bersifat sukarela, maka saat ini proses internalisasi itu bersifat satu arah yaitu dari atas ke bawah.
Akibatnya, pertumbuhan pribadi warga masyarakat, baik anak-anak, remaja, maupun orang tua, wanita maupun pria lebih bersifat negatif. Terlebih budaya nasional belum jelas bentuknya dan derasnya arus pengaruh budaya internasional yang umumnya budaya Barat, tidak sepenuhnya positif. Untuk itu perlu metode pembelajaran yang tepat agar budaya nasional semakin jelas bentuknya dan serangan gencar dari unsur-unsur budaya Barat yang bersifat negatif dapat diminimalisasi atau bahkan dapat dihilangkan.
Menurut Prof Dr Diah Madubrangti proses internalisasi budaya sebagaimana di Indonesia juga terjadi di Jepang. Hanya saja Jepang mampu mengelolanya sehingga derasnya arus pengaruh budaya internasional dapat ditekan, yaitu melalui pendidikan. Proses pendidikan di Jepang cenderung memperlihatkan adanya usaha penyampaian nilai budaya masyarakatnya yang dilakukan guru secara sungguh-sungguh. Para guru memasukkan nilai-nilai tradisi masyarakat Jepang yang didasari orientasi kelompok dan mengajarkan anak memiliki sikap dan tingkah laku yang diperlukan untuk pembentukan kepribadian sebagai generasi penerus masyarakatnya.
“Program pendidikan di Jepang sangat diprioritaskan oleh pemerintah Jepang sebagai pembentukan perilaku orang Jepang hingga kini,” kata Diah Madubrangti.
Jenny Hardjatno menilai, proses internalisasi budaya juga terjadi di Rusia. Setelah Presiden Uni Soviet Gorbachev mengeluarkan program Glasnost, Perestroika, dan Demokratiya maka proses internalisasi budaya menjadi semakin cepat. Unsur budaya Barat semakin deras masuk ke Rusia.
“Dalam menghadapi proses internalisasi budaya, Rusia kini kembali menggunakan budaya masa lalu terutama local wisdom sebelum Revolusi Lenin”, kata Jenny.
Di tempat yang sama, Pontjo Sutowo menyatakan jika sejarah mencatat bahwa anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada masa lalu terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat dan sedikit dari mereka yang merupakan ahli hukum. Namun karya mereka dapat dikatakan mampu membentuk negara yang bervisi ke depan dan mampu mengkristalisasi sistem nilai budaya masa lalu.
Kenyataan ini memberi gambaran jika Mahkamah Konstitusi seharusnya tidak dimonopoli oleh para ahli hukum saja. Bukan saja untuk mencegah timbulnya kecenderungan legalistik dari penafsiran UUD 1945, namun mereka akan bisa merasakan denyut jantungnya kebudayaan bangsa yang majemuk.
“Mampu merasakan denyut jantung kebudayaan bangsa inilah yang harus dimiliki semua penyelenggara negara. Dengan dirasakannya denyut jantung budaya bangsa, maka perlindungan terhadap indentitas budaya, memberi fasilitas bagi budaya bangsa, dan mencegah pengaruh negatif budaya luar akan dapat muncul dengan sendirinya”, kata Pontjo Sutowo. (Herman Ami)
Lindungi Budaya Indonesia, Cegah Pengaruh Budaya Asing
Anthony Harry
Ahad, 13 Maret 2016 - 11:09:54 WIB
Jakarta (RiauInfo) – Yayasan Suluh Nuswantara Bakti (YSNB) yang dibina pengusaha dan politisi Pontjo Sutowo kembali menggelar Diskusi Panel Serial ke-9 bertema “Referensi Global”.di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta Selatan, Sabtu lalu. Dalam diskusi serial kali ini, hadir sebagai pembicara Dr. Diah Madubrangti dan Prof. Dr. Jenny Hardjatno. Sementara di kalangan peserta tampak sejumlah pakar sejarah kebudayaan dan cendekiawan, diantaranya Prof Dr Hasyim Djalal
Prof Dr Jenny Hardjatno mengatakan saat ini, muncul kegalauan budaya dari sebab tidak adanya keseimbangan kemampuan masyarakat kita dalam memilah unsur-unsur kebudayaan yang akan diinternalisasikan. Berbeda dengan masa lalu proses internalisasi kultural berlangsung secara gradual dan bersifat sukarela, maka saat ini proses internalisasi itu bersifat satu arah yaitu dari atas ke bawah.
Akibatnya, pertumbuhan pribadi warga masyarakat, baik anak-anak, remaja, maupun orang tua, wanita maupun pria lebih bersifat negatif. Terlebih budaya nasional belum jelas bentuknya dan derasnya arus pengaruh budaya internasional yang umumnya budaya Barat, tidak sepenuhnya positif. Untuk itu perlu metode pembelajaran yang tepat agar budaya nasional semakin jelas bentuknya dan serangan gencar dari unsur-unsur budaya Barat yang bersifat negatif dapat diminimalisasi atau bahkan dapat dihilangkan.
Menurut Prof Dr Diah Madubrangti proses internalisasi budaya sebagaimana di Indonesia juga terjadi di Jepang. Hanya saja Jepang mampu mengelolanya sehingga derasnya arus pengaruh budaya internasional dapat ditekan, yaitu melalui pendidikan. Proses pendidikan di Jepang cenderung memperlihatkan adanya usaha penyampaian nilai budaya masyarakatnya yang dilakukan guru secara sungguh-sungguh. Para guru memasukkan nilai-nilai tradisi masyarakat Jepang yang didasari orientasi kelompok dan mengajarkan anak memiliki sikap dan tingkah laku yang diperlukan untuk pembentukan kepribadian sebagai generasi penerus masyarakatnya.
“Program pendidikan di Jepang sangat diprioritaskan oleh pemerintah Jepang sebagai pembentukan perilaku orang Jepang hingga kini,” kata Diah Madubrangti.
Jenny Hardjatno menilai, proses internalisasi budaya juga terjadi di Rusia. Setelah Presiden Uni Soviet Gorbachev mengeluarkan program Glasnost, Perestroika, dan Demokratiya maka proses internalisasi budaya menjadi semakin cepat. Unsur budaya Barat semakin deras masuk ke Rusia.
“Dalam menghadapi proses internalisasi budaya, Rusia kini kembali menggunakan budaya masa lalu terutama local wisdom sebelum Revolusi Lenin”, kata Jenny.
Di tempat yang sama, Pontjo Sutowo menyatakan jika sejarah mencatat bahwa anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada masa lalu terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat dan sedikit dari mereka yang merupakan ahli hukum. Namun karya mereka dapat dikatakan mampu membentuk negara yang bervisi ke depan dan mampu mengkristalisasi sistem nilai budaya masa lalu.
Kenyataan ini memberi gambaran jika Mahkamah Konstitusi seharusnya tidak dimonopoli oleh para ahli hukum saja. Bukan saja untuk mencegah timbulnya kecenderungan legalistik dari penafsiran UUD 1945, namun mereka akan bisa merasakan denyut jantungnya kebudayaan bangsa yang majemuk.
“Mampu merasakan denyut jantung kebudayaan bangsa inilah yang harus dimiliki semua penyelenggara negara. Dengan dirasakannya denyut jantung budaya bangsa, maka perlindungan terhadap indentitas budaya, memberi fasilitas bagi budaya bangsa, dan mencegah pengaruh negatif budaya luar akan dapat muncul dengan sendirinya”, kata Pontjo Sutowo. (Herman Ami)
Pilihan Redaksi
IndexBhinneka Tunggal Ika: Menyatukan yang Tak Sama, Merawat yang Berbeda
Generasi Cuan Instan: Ketika Sukses Tak Lagi Butuh Proses
Tulis Komentar
IndexBerita Lainnya
Index Umum
Indosat dan Komdigi Gelar Demo Biometrik eSIM, Dorong Registrasi Pelanggan Lebih Aman dan Modern
Jumat, 17 Oktober 2025 - 21:27:02 Wib Umum
PWI Pusat Siapkan Anugerah Kebudayaan di HPN 2026 Banten: Ajang Penghargaan untuk Kepala Daerah dan Wartawan Berprestasi
Kamis, 16 Oktober 2025 - 22:52:18 Wib Umum
KPI Riau Ingatkan Lembaga Penyiaran Patuhi Aturan Usai Kasus Tayangan Xpose Uncensored Trans7
Rabu, 15 Oktober 2025 - 14:39:42 Wib Umum
Indosat Ooredoo Hutchison dan TikTok Gelar Seminar “Go Live Like a Pro” di Universitas Riau
Rabu, 15 Oktober 2025 - 13:52:56 Wib Umum
