Inkonsistensi Kebijakan DPR yang Tidak Pro Rakyat

PEPATAH berikut ini rasanya sangat cocok dengan habitat anggota DPR kita sekarang, “Kau yang menyetujui kau juga yang mengingkari”. Angket BBM menjadi point entry bagi DPR untuk mengusik ketenangan pemerintah yang tetap melangkah dengan pasti.

Terbentuknya keputusan kenaikan BBM adalah akibat UU No 16/2008 tentang APBN(P) 2008 yang disetujui DPR, ditetapkan batas maksimal anggaran subsidi BBM hanya sebesar Rp 135,1 triliun, dimana apabila harga minyak diatas US$100/bbl, maka pemerintah diberikan hak untuk mengambil tindakan yang diperlukan, maka kenaikan BBM ini bermula dari sini, atas persetujuan anggota DPR, bukan atas kehendak pemerintah semata. Uraian pasal 33 UUD45, bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara, sangat sesuai untuk proses pengurangan subsidi BBM ini, dimana subsidi BBM sesungguhnya salah sasaran. 40 persen kelompok pendapatan rumah tangga terkaya justru menikmati 70 persen subsidi tersebut, sedangkan 40 persen kelompok pendapatan terendah hanya menikmati sekitar 15 persen, ini bisa dijelaskan apabila kelas menengah keatas menggunakan mobil dengan bahan bakar bensin, sebanyak 10L/hari. Maka orang menengah kaya yang disebut diatas akan penikmat sebanyak Rp7500/L, dengan asumsi harga minyak bensin Rp.12000/L, artinya golongan menengah ketas akan menikmati subsidi sebesar Rp.75000/hari, atau sebanyak Rp.1.875.000,00/bulan, akan sangat tidak adil untuk orang miskin yang hanya menggunakan minyak tanah hanya 10L/bulan, kalau harga minyak tanah tanpa susbsidi Rp.8500,00/L dan dijual ke masyarakat seharga Rp.2500/L, maka subsidi yang diterima masyrakat miskin hanya sebesar RP. 60.000/bulan. Ini merupakan salah satu perlakuan ketidak adilan pemerintah kepada masyarakat dengan rasio subsidi untuk orang kaya dan mennegah keatas dengan masyarakat kecil adalah 1875000 : 60.000, = 32 : 1, padahal seharusnya rakyat miskin inilah yang perlu dibantu sesuai dengan pasal 33 UUD 45. Kalau kita merefer kepada Negara lain yang produksi minyak nasional dan perusahaan minyak nasionalnya cukup kuat taroklah Malaysia, dimana Petronasnya ada dimana-mana, bahkan mereka juga melakukan penjualan minyak eceran di Indonesia, tetap saja mereka mengurangi subsidi minyak dari harga semula Rp.6000/L menjadi Rp8500/L. Bisa kita banyangkan, Indonesia yang kondisi pertaminanya hidup segan mati tak mau, dengan harga hanya Rp6000/L, harga yang sangat murah untuk Negara Asean, kalau seandainya Pertamina kita sekuat Petronas, tentu alasan rasionalitas untuk tidak menaikan BBM bisa diterima akal. Table perbandingan harga BBM di negara tetangga per Maret 2008 (Rp./Liter) (Finacial Times) Negara Premium Solar Kerosin Malaysia 8100 4371 Singapura 13857 10137 Thailand 8091 7161 8091 Filipina 10.788 10.137 10.416 Vietnam 8.091 7.998 7.998 RR China 6.975 6.882 3.534 Timor Leste 8.091 7.998 8.091 India 10.509 7.347 2.139 Kamboja 11.439 8.742 - Indonesia 4.557 4.371 2.046 Seberapa besar peranan BLT (Bantuan langsung Tunai), BKM (Bantuan Kesejahteraan Mahasiswa), KUR(kredir Usaha Rakyat), BOS (Bantuan Operasional Sekolah), PNPM (Proyek Nasional Pemeberdayaan Masyarakat) dan Raskin, tentu akan menjadi penopang kestabilan ekonomi kaum lemah, yang langsung dapat imbas kenaikan BBM, usaha-usaha yang diberikan pemerintah adalah sangat elegan dan menjamin keadilan masyarakat, bahkan akan sangat kejam kalau pemerintah tidak menaikkan BBM, yang berarti pemerintah bukan Pro rakyat kecil, tapi Pro-kelas menengah, kaya, penikmat BBM murah. Tapi sepertinya masyarakat kita khususnya yang kelas menengah – keatas, adalah bermental pengemis, dengan merajuk dan menghiba-hiba agar BBM tidak dinaikkan, dengan topeng untuk kepentingan rakyat kecil, padahal jelas sekali hitungan2 diatas merupakan keuntungan terbesar bagi kelas menengah kaya, mereka memang orang-orang yang tidak punya hati dan perasaan, teganya memperalat kaum lemah, bodoh untuk kesenangan mereka. BEBERAPA PROGRAM KOMPENSASI PENGURANGAN SUBSIDI BBM 2008 (Dalam Rp Triliun) No Jenis program Anggaran Waktu pelaksanaan 1 Bantuan Langsung Tunai (BLT) 14,1 Jun-Des 2. Ketahanan Pangan dan Raskin 4,2 Jun-Des 3. Tambahan Subsidi Bunga KUR 1,0 Jun-Des Di samping itu pemerintah memberikan kompensasi dalam bentuk lain yaitu : Program Ketahanan Pangan : * Harga Raskin yang semula direncanakan dinaikkan menjadi Rp 1900/kg, tetap dipertahankan sebesar Rp 1600/kg. * Jangka waktu pembagian Raskin kepada 19,1 juta rumah tangga diperpanjang dari semula 10 bulan menjadi 12 bulan . * Dukungan Biaya Pendidikan Anak bagi PNS Gol I/II, Tamtama TNI/Polri. * Tambahan Subsidi Bunga Kredit Usaha Rakyat Jadi rekan-rekan di DPR berhetilah berolok olok dengan slogan untuk rakyat kecil, padahal merekalah yang seharusnya secara sadar untuk meng-inisiate kenaikan BBM, sebagai bentuk jaminan keadilan masyarakat, bukan sebaliknya berlindung untuk kepentingan pribadi/partai dengan bahasa untuk rakyat kecil. Kalau kita cermati, cara perhitungan pemerintah untuk pembelian BLT Rp100.000/bulan pun sudah sangat cermat dan akurat, dimana angka itu berasal dari asumsi bahwa batas kemiskinan untuk keluarga dengan 2 anak adalah maksimal pendapatanya Rp.720.000/bulan, dan biasanya mereka memerlukan minyak tanah sebanyak 10L/bulan. Kalau harga minyak tanah naik Rp.500/L, maka diperlukan tambahan keuangan sebesar Rp5000/bulan, kemudian ditambah dengan asumsi tingkat inflasi naik 11.1% akibat kenaikan BBM, maka mereka memerlukan uang tambahan untuk biaya hidup mereka sebesar = 11.1% x 720,000. = 79920, artinya ada kenaikan kebutuhan hidup mereka sebesar Rp84,920.00/bulan, maka bantuan BLT Rp100,000.00/bulan adalah cukup memadai, apalagi ditambah Raskin, pelayanan jaminan kesehatan gratis klas III, bantuan BOS, KUR, BKM, PNPM, semua itu sudah jauh lebih baik daripada dibakar oleh orang kaya, yang sebetulnya tidak perlu disubsidi. Karena normalnya subsidi di pemerintah dibanyak negara yang dipakai hanyalah sekitar 5-10% saja dari total APBN negaranya, sehingga pemerintahnya dikatakan sebagai pemerintah yang sehat, seharusnya kenaikan BBM ditentukan oleh harga pasar, kalau perlu setiap 3 bulan dilakukan revisi kenaikan harga BBM, sehingga ini juga akan mendorong daya hemat masyarakat dalam penggunaan BBM, percepatan pembangunan infrastruktur transportasi publik, yang aka juga berimpak kepada lingkungan yang makin baik dan hidup yang lebih sehat. Nah jaminan UUD 1945 pasal 33, itu baru akan mencapai sasaran, kalau memang diperuntukkan untuk yang membutuhkan, bukan untuk semua, lain halnya kalau memang tingkat/rasio kaum yang berpendapatan lebih, lebih banyak dibandingkan yang miskin, dan tentu yang miskin adalah target pertama yang harus dibantu, bukankah pemerintah melindungi kaum yang lemah, seperti bunyi UUD 1945 pasal 33, yaitu :fakir miskin, anak terlantar dipelihara oleh negara, bukan sebaliknya bukan? Idral Amri Email: [email protected] Kandidat Doktor pada Postgraduate Researcher Membrane Research Unit (MRU), Fac of Chem & Nat Res Eng, UTM Malaysia
 

Berita Lainnya

Index