ARTIKEL DR EKMAL RUSDY Hari Ibu "Bangkit, Say No to HIV/AIDS"

KONGRES Perempuan I tanggal 22 Desember 1928 , punya hubungan historical dengan Kongres Pemuda 28 Oktober 1928,dan inilah yang membedakan Hari Ibu dengan Mother”s Day yang diperingati di Negara Barat , yang lebih menitik beratkan bentuk penghargaan terhadap prestasi domestik kaum ibu ibu/istri selama sehari penuh. 

Dari kongres I ini tumbuh kesadaran bahwa perjuangan kaum perempuan tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Untuk mewadahi perjuangan itu, maka dibentuklah sebuah federasi yang mandiri dengan nama Perkumpulan Perempuan Indonesia yang kemudian berubah nama pada tahun 1929 menjadi Perikatan Perkumpulan Istri Indonesia (PPII). Sampai pada ta hun 1935 federasi ini sudah menunjukan kiprahnya yang luar biasa., antara lain yaitu ikut serta dalam Badan Pemberantasan Buta Huruf dan Badan Pemberantasan Perdaga ngan Perempuan dan Anak. Dan waktu itu memang sering terjadi kawin paksa, buruh diupah murah, perdagangan perempuan dan masih sedikit sekali perempuan yang berpen didikan. Dan hal inilah yang menjadi titik berat dalam memperjuangkan nasib perempu an. Di tahun yang sama federasi ini menggelar kembali kongres, dan membuahkan sebu ah pernyataan penting bahwa PPII berkeinginan mewujudkan perempuan Indonesia seba gai ” Ibu Bangsa ” yang mengandung arti bahwa perempuan bukan hanya punya peran do mestik dan sosial, tetapi perempuan punya peran politik yang berkewajiban menumbuh kan dan mendidik generasi yang utuh. Peran politik ini kembali muncul di`sa`at Pemilu tahun 2004 maupun tahun 2009 mendatang,dengan menuntut quota 30 % kaum perempu an ini dapat duduk di legislatif. Pada tahun 1938 kembali digelar sebuah kongres dan di putuskan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu dengan moto ”Merdeka Melaksanakan Dharma”. Dua hal yang dapat kita simak dari keputusan kongres tersebut. Yang pertama Hari Ibu dijadikan momentum untuk menyadarkan kembali tanggung jawab perempuan terhadap masyarakat dan keluarga. Dan yang kedua federasi ini menyerukan kaum perem puan untuk bersatu dalam melawan penjajahan. Pembentukan Kepribadian Dinamakan hari Ibu dan bukan hari pe rempuan, karena Ibu berarti sosok yang menumbuhkan dan mendidikan generasi. Perem puuan bukan hanya ibu bagi anak-anaknya tapi ibu bagi bangsanya. Hal ini sejalan dengan dekLarasi politiknya,sehingga perjuangan kaum perempuan inu sungguh luar biasa. Namun dengan membaca perjalanan anak bangsa saat ini, dimana tawuran remaja dan bahkan antar pelajar dan mahasiswa dapat kita saksikan secara vulgar di media masa,se hingga kita dapat mengukur bagaimana kaum ibu ini meletakkan Dasar Dasar Pembentukan Kepribadian bagi anak anaknya pada 3-phase pertama awal kehidupan yang disebut se bagai ”The Formative Years” , yaitu phase oral ( 0-1 tahun ),anal (1-3 tahun) dan Genital (4-7 tahun). Phase oral yang gagal karena tak mampunya Ibu memberikan Air Susu Ibu ( ASI ) dalam 2-dosis yaitu Kasih Sayang dan Nutrisional,sehingga anak tidak tum buh kembang dengan sempurna, perkembangan emosionalnya juga terganggu.Banyak orang yang tinggi sekolahnya,namun Kecerdasan Emosionalnya sangat rendah,sehingga di manapun dia berada selalu menggerogoti lingkungannya. Anak juga dapat menjadi seorang pengguna Narkoba yang selalu haus akan jati diri yang tak didapatkannya. Mulailah dia jadi anak yang perokok,sehingga membuka pintu bagi anak menjadi pengguna Narkoba. Seorang pengguna Narkoba pasti seorang perokok,walau perokok itu belum tentu menjadi seorang pengguna Narkoba. Hebatnya, dari 301 penderita AIDS di Riau, tercatat usia produktif 20-39 tahun (80%) adalah penderita penyakit yang mematikan ini, dan 90% mereka adalah pengguna Narkoba suntik (RP, 7/12). Kita lihat potret wa nita usia subur yang kurang Hb di Riau , diatas prevalensi Nasional,maka nasib kaum perempuan yang juga Ibu Rumah Tangga di Riau diperparah lagi dengan jumlahnya yang sudah spektakular mencapai 39 orang terjangkit AIDS dari 301 AIDS di Riau di bulan November 2008 yang lalu, padahal pada tahun 2006 saja dengan 8 orang Ibu Rumah Tangga sudah terjangkit AIDS, yang rasanya sudah cukup memalukan kita sebagai negeri yang berbudaya dan agamis sebagaimana yang menjadi ruh dari Visi Riau 2020. Tak heran , bisnis lendir ini marak di Riau sampai ke Kabupaten/Kota,malah negeri 1000 suluk di Rohul pun turut meramaikan bursa yang berlendir in,padahal kurang apa lagi yang tak ada di sana sebagai simbol negeri yang agamis. ”Lengkap sudah catatan yang akan diba wa kaum Ibu dalam memaknai Hari Ibu 22 De sember 2008 mendatang,sudah jatuh ketim pa tangga pula,naudzu billah.”. Perihal kekerasan di sekolah sesungguhnya lebih diwar nai oleh pola asih,asuh dan asah di rumah ,yang menuntut kearifan seorang Ibu dalam mendidik. Sosok Beringas Kekerasan di sekolah merupakan permasalahan bersama antara orangtua dan guru. Masing-masing harus saling membantu dan bekerja sama. Pola asuh di rumah sa ngat berperan dalam mengendalikan sifat agresif, juga temperamen anak. Jika pola asuh nya baik, maka anak yang bertemperamen kasar pun bisa lebih terkendali. Tahu bagai mana mengungkapkan emosi dan cara berekspresi. Sebaliknya, anak yang lembut sekali pun bisa menjadi sosok beringas, jika pola asuh dan lingkungan turut mendukungnya. Sekolah juga bisa menciptakan iklim kebersamaan, sekaligus ajang gencet-menggencet antara si kuat dan si lemah.Tak ada yang rela bila budaya kekerasan justru tumbuh subur di sekolah. Dan alhamdulillah,tanggal 20 November 2008 yang lalu telah didapat kata se pakat antara Kepala Sekolah dan guru BK se-kota Pekanbaru untuk menghentikan setiap bentuk kekerasan di sekolah,yang ditaja oleh KPAID dan PGRI kota Pekanbaru dalam seminar sehari. Rumah dan sekolah sebenarnya bertanggung jawab membentuk karakter seseorang menjadi lebih baik. Apakah selama ini kita sebagai orangtua sudah menjadi role model yang baik bagi anak?. Kembali,peran IBU sebagai ibu anak anak, dan juga ibu bangsa kita pertanyakan dalam memaknai peringatan Hari Ibu 22 Desember 2008 ini. Jangan anak muda saja yang ditintut untuk ” Say no to drugs ”, tapi kaum ibu pun harus lebih arif dalam menyelamatkan anak anak di rumah, maupun anak bangsa secara kese luruhaan. Ingat Ibu ibu ,dengan kecenderungan globalisasi, jumlah penduduk dan pergera kan penduduk antar negara serta tingkat pertumbuhan ekonomi, maka episentrum infeksi HIV/AIDS saat ini mulai tampak bergeser dari Afrika menuju Asia,sehingga tak ada pili han buat kaum ibu dengan lantang dan berani untuk ” Say no to HIV/AIDS ” kepada ka um Bapak , yang mana tahu membawa ke rumah penyakit yang memalukan sekalian pem bunuh ini.***
 

Berita Lainnya

Index