Antara Pengabdian dan Pengerukan

KEPULANGAN kami ke tanah kelahiran tahun ini benar-benar memberikan banyak makna dalam hidup ini. Balek ke tanah kelahiran kami tahun ini ada beberapa pelajaran berharga yang saya dapatkan yakni tentang kesetiaan pada bunda pertiwi serta pemanfaatan isi bunda pertiwi. Pasti kita masih ingat dengan 7 tokoh kebanggaan dari ranah melayu yang jiwa dan semangat kepahlawanannya masih menjadi suri tauladan beberapa orang di tanah ini. Merekalah Hang Tuah bersaudara. 

Kisah tragis matinya seorang Hang Jebat dalam mempertahankan kehormatan saudaranya yang di fitnah dan mendapat perlakuan tidak adil dari Raja yang selalu di junjung dan dilindungi oleh Hang Tuah. Sedangkan di sisi lain, Hang Tuah yang jelas-jelas tak bersalah masih tetap mengabdikan diri pada sang Raja. Suatu perbuatan yang sangat jarang kita temukan disaat ini. Ha, tengoklah sejenak. Siapa orang yang tak kan marah bila orang yang selama ini dibela malah menikam kita. Itulah contoh kecerdasan emosi yang stabil dari Hang Tuah. Sebuah pengabdian besar pada tanah pertiwi sampai-sampai saudara yang membelanya pun akhirnya mati bersimbah darah di tangannya sendiri. Begitulah cerita yang kami dapat dari sejak kami sekolah dulu. Ayolah, mari tengok sekejap dalam kehidupan saat ini terutama di Pekanbaru. Adakah ncik dan puan sekalian tengok orang-orang yang berjiwa seperti itu lagi? Boleh lah tengok di perkantoran swasta hingga pemerintahan. Miris hati tiap kali ingat dan dengar apa kata orang tentang orang melayu yang berbuat Nepotisme besar-besaran. Hati kecil ni menentang. Katanya kita sedang menuju kepada masyarakat adil dan masyarakat yang makmur dari segi kesejahteraan maupun segi SDM. Apakah yang sudah kita lakukan itu adalah perbuatan benar ? Suatu hari saya pernah bertemu dengan salah seorang tetua dari Bengkalis yang saat ini tinggal di tanah jawa. Tahukah alasan kenapa beliau menjadi orang berhasil dan akhirnya bukan membesarkan tanah kelahiran? Sambil sedih beliau menceritakan bahwa ada kekhawatiran bahwa pengabdian yang beliau lakukan kelak akan berakhir pada pengerukan dan pemanfaatan tanah pertiwi seperti yang sudah dilakukan di zaman-zaman dulu dan masih terjadi saat ini. Betulkah itu ? Jika memang itu terjadi, sudilah kiranya tulisan ini menjadi bahan renungan kita bersama. Mengapa kita tidak berusaha menjadi mitra sebuah perubahan SDM di negeri ini? Haruskah kita menjadi bagian dari ”elemen” yang berbicara tentang SDM namun justru alokasi-alokasi dana untuk SDM tersebut kita permainkan. Siapa kita ini sebenarnya? Jika itu memang fakta, dimana letak budaya melayu yang kian memudar ini ? Jika itu tidak ada, ”marilah kita junjung dan kita benahi diri kita kembali dengan menggalakan hidup jujur dan lurus-lurus aje” Penulis adalah Mahasiswa UGM asal Riau
 

Berita Lainnya

Index