Tarik Kata "Sombong", Wakil Ketua DPR Cucun Minta Maaf dan Pastikan Program MBG Tetap Dipegang Ahli Gizi Profesional

Jumat, 21 November 2025 | 20:16:15 WIB
Cucun Ahmad Syamsurijal, akhirnya menyampaikan permohonan maaf terbuka kepada publik dan para tenaga kesehatan, sekaligus meralat pernyataannya yang sempat menyebut program nasional ini tidak memerlukan ahli gizi profesional.

JAKARTA (RiauInfo) – Gelombang protes dan kegaduhan yang sempat mewarnai ruang publik terkait nasib profesi ahli gizi dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) akhirnya mereda. Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, akhirnya menyampaikan permohonan maaf terbuka kepada publik dan para tenaga kesehatan, sekaligus meralat pernyataannya yang sempat menyebut program nasional ini tidak memerlukan ahli gizi profesional. 

Langkah ini diambil setelah pertemuan intensif dengan Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) dan Badan Gizi Nasional (BGN), menyepakati bahwa keselamatan pangan anak bangsa tak bisa ditawar.

Sebelumnya, pernyataan Cucun di Bandung sempat memantik reaksi keras masyarakat. Kala itu, ia mewacanakan perubahan nomenklatur "Ahli Gizi" menjadi sekadar "Tenaga Pengawas", bahkan mengusulkan posisi krusial tersebut cukup diisi oleh lulusan SMA atau fresh graduate yang dilatih kilat selama tiga bulan. 

Alasannya saat itu cukup emosional; ia menilai ada kesan "sombong" dari kalangan ahli gizi dan ingin memberdayakan tenaga lokal tanpa kualifikasi khusus. Sontak, hal ini memicu kekhawatiran orang tua dan pegiat kesehatan mengenai standar keamanan pangan (food safety) yang akan diterima jutaan anak Indonesia.

Namun, narasi itu kini berbalik arah. Dalam klarifikasinya, Cucun menegaskan pengakuan bahwa peran ahli gizi sangat vital.

"Keberadaan ahli gizi sangatlah penting dalam mengawal program Makan Bergizi Gratis demi menciptakan generasi emas yang sehat dan cerdas," ungkapnya usai berdialog dengan organisasi profesi. Ia memastikan, sarjana dan lulusan vokasi gizi akan dikonsolidasikan langsung oleh PERSAGI bersama BGN, bukan digantikan oleh tenaga instan.

Bukan Sekadar Tukang Masak

Bagi masyarakat awam, mungkin peran ahli gizi terlihat sederhana. Namun, berdasarkan Petunjuk Teknis Kepala BGN Nomor 244 Tahun 2025, tugas mereka jauh lebih kompleks dari sekadar menyusun menu. Mereka adalah garda terdepan dalam Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

Tanggung jawab mereka meliputi quality control harian, memastikan hitungan kalori tepat, hingga menjamin keamanan pangan agar tidak terjadi keracunan massal. Ahli gizi juga memiliki beban moral untuk mengedukasi masyarakat dan melakukan pemantauan status gizi anak. Sebuah tugas berat yang, menurut standar BGN, memang harus diampu oleh lulusan D3, D4, atau S1 Gizi, bukan sekadar hasil pelatihan singkat.

Tantangan di Lapangan

Meski "drama" nomenklatur ini telah usai, tantangan sesungguhnya baru dimulai. Riset dari Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) pada awal 2025 memberikan catatan kritis. Pelaksanaan MBG sejauh ini dinilai masih terlalu sibuk pada urusan dapur dan logistik (pengelolaan SPPG), namun masih lemah dalam hal pendataan dampak kesehatan.

"Aspek monitoring evaluasi dampak gizi belum termuat maksimal. Padahal ini krusial untuk memperbaiki status gizi penerima manfaat, bukan sekadar membagikan makanan," tulis catatan CISDI.

Menyikapi babak baru ini, DPP PERSAGI menyatakan komitmennya untuk membantu pemerintah mencarikan tenaga gizi terbaik hingga ke pelosok daerah. Namun, mereka menitipkan pesan tegas: Ahli gizi harus bekerja sesuai kompetensi dan berani menolak tugas yang melenceng dari marwah profesinya.

Kini, masyarakat bisa sedikit bernapas lega. Dengan pelibatan profesional yang kompeten, harapan agar sepiring nasi yang diterima anak-anak di sekolah benar-benar membawa gizi—bukan sekadar kenyang—kian nyata. Kolaborasi antara pemerintah dan ahli gizi diharapkan menjadi kunci sukses mencetak generasi yang tak hanya kenyang, tapi juga cemerlang.

 

Terkini